Kolaborasi AstraZeneca dan Kemenkes RI, Dorong Transformasi Kesehatan Berbasis Inovasi
- Ist
VIVA – AstraZeneca Indonesia kembali menunjukkan keseriusannya dalam mendukung transformasi sistem kesehatan nasional. Perusahaan biofarmasi global ini resmi melanjutkan kemitraannya dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dengan fokus memperkuat layanan promotif dan preventif, peningkatan kapasitas tenaga medis, serta pemanfaatan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI). Tak hanya itu, kerja sama ini juga mencakup perluasan akses terhadap pengobatan inovatif di fasilitas layanan primer.
Kolaborasi ini menjadi langkah lanjutan dari perjanjian yang telah ditandatangani pada Juni 2024 lalu. Penandatanganan nota kesepahaman terbaru dilakukan oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI bersama Esra Erkomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia. Momentum tersebut turut disaksikan oleh Menteri Kesehatan RI, H.E. Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Kesehatan Swedia, H.E. Acko Ankarberg Johansson.
Menanggapi kerja sama ini, Esra Erkomay menegaskan komitmen AstraZeneca dalam membangun masa depan kesehatan Indonesia yang berkelanjutan.
“Menjawab tantangan penyakit tidak menular bukan hanya soal menyediakan pengobatan, tetapi bagaimana kita membangun sistem kesehatan yang berkelanjutan dan adaptif. Di AstraZeneca, kami percaya bahwa inovasi—baik dalam bentuk terapi, teknologi digital, maupun model kemitraan—harus menjadi bagian dari solusi,” ujarnya.
"Kami berkomitmen mewujudkan masa depan di mana setiap individu dapat menjalani hidup yang lebih sehat dan bermakna melalui solusi kesehatan berbasis sains. Dengan semangat tersebut, kami bangga dapat mendukung transformasi layanan kesehatan di Indonesia dan menjadi bagian dari perjalanan perubahan yang berdampak luas bagi masyarakat,” sambungnya lagi.
Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, turut menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjawab tantangan penyakit tidak menular (PTM) yang kini menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, mencakup sekitar 73 persen dari total angka kematian nasional.
“Melalui kolaborasi ini, Kementerian Kesehatan bertekad membangun sistem kesehatan yang lebih kuat dan inklusif, dengan fokus pada edukasi masyarakat mengenai pola hidup sehat, upaya pencegahan, deteksi dini, serta pengelolaan penyakit secara efektif,” jelasnya.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa sepanjang 2017–2022, terdapat 8,07 juta kematian, dan lebih dari 7 juta di antaranya disebabkan oleh PTM, seperti penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan gangguan pernapasan kronik. Asma dan PPOK, sebagai contoh penyakit saluran napas kronis, menyumbang beban kesehatan yang besar. WHO mencatat PPOK sebagai penyebab kematian keempat terbesar secara global, dengan 3,5 juta kasus kematian pada 2021. Di Indonesia, survei BPJS pada 2024 menunjukkan hampir 19 juta pasien PPOK menjalani perawatan rutin, sementara 58,3 persen penderita asma mengalami kekambuhan dalam setahun terakhir menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023.
Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya penguatan layanan kesehatan primer, seperti Puskesmas, yang menjadi ujung tombak edukasi dan pengelolaan PTM secara menyeluruh. Pemerintah pun telah menginisiasi program skrining kesehatan gratis melalui BPJS Kesehatan untuk 14 jenis penyakit sebagai bentuk respons preventif.
