Jarak Hamil Terlalu Dekat Berpotensi Bayi Lahir Prematur

Ilustrasi hamil.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Kehamilan biasanya memakan waktu sekitar 40 minggu. Bayi disebut lahir prematur jika persalinan terjadi sebelum bayi mencapai usia 37 minggu di dalam rahim sang ibu. Prematur bisa terjadi karena beberapa hal salah satunya komplikasi saat kehamilan.

Mau Bayi Tabung Harganya Mahal? Dokter Ungkap Cara Ini Bisa Menekan Biaya

Sudah banyak diketahui bahwa risiko dari bayi lahir prematur dapat berdampak pada pertumbuhan dan kesehatannya kelak. Beberapa hal diketahui dapat memicu bayi lahir prematur. Karena itu, sebaiknya ibu memahami beberapa tindakan yang memicu bayi lahir prematur untuk menghindari risiko tersebut.

Diketahui, WHO memaparkan bahwa angka bayi lahir prematur dengan perbandingan satu dari 12 kelahiran di Kanada. Untungnya, sebuah studi dari Cincinnati Children's Hospital Medical Center menemukan bahwa 25 persen kelahiran prematur dapat dicegah. Cara untuk mencegahnya sendiri dengan mengeliminasi tiga hal yang bisa menjadi risikonya, seperti dilansir dari laman Todaysparent.

Apa Itu Diagnosis Prenatal? Bisa Deteksi Kelainan pada Bayi, Cacat Hingga Down Syndrome Sebelum Lahir

Pertama, terlalu pendek jarak antara kehamilan anak yang satu dengan yang berikutnya. Disarankan, agar memiliki jeda kehamilan kurang lebih enam bulan bahkan peneliti menemukan waktu lebih optimal yaitu 12 hingga 24 bulan lamanya.

Kedua, terlampau tinggi atau rendah Indeks Massa Tubuh (IMT) wanita sebelum kehamilan. Seharusnya IMT ideal yang dimiliki wanita sebelum dan saat hamil yaitu 18,5 hingga 24,9.

Luna Maya Blak-blakan Soal Rencana Punya Anak

Ketiga, jumlah kenaikan bobot tubuh selama kehamilan berlangsung harus terus dipantau agar tidak melebihi angka IMT ideal. Dengan langkah pencegahan ini, diharapkan angka bayi lahir prematur akan menurun dan bisa lahir di usia yang sewajarnya.

Ilustrasi ibu hamil.

Tekan Risiko Stunting, Kini Ada Buku Panduan Nutrisi untuk Kehamilan

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, yang dirilis Kementerian Kesehatan pada awal 2025, menunjukkan bahwa hampir 20 persen anak-anak Indonesia alami stunting.

img_title
VIVA.co.id
28 Juni 2025