- VIVA/Nur Faishal
"Aku sih banyak nolak itu cuma manajemen yang lebih tahu karena mereka yang ngurusin," kata pesohor yang tarif endorse-nya di atas Rp15 juta ini.
Beauty influencer, Rachel Goddard juga punya standar ketat dalam mempromosikan produk atau brand. Mirip dengan pasangan Ruben dan Sarwendah, Rachel mengecek lisensi BPOM untuk produk makanan, kecantikan dan obat-obatan. Dia melihat juga profil influencer lain yang sudah mempromosikan produk yang akan di-endorse.
"Apakah mereka (influencer sebelumnya) trusted atau enggak. Produknya terjamin asli. Dan bila ada masalah apakah bersedia di take down dan segala macamnya," ujarnya.
Rachel juga akan menggunakan calon produk yang dia promosikan, untuk merasakan bagaimana kualitasnya. Cara ini, menurutnya, merupakan tanggung jawab moralnya sebagai influencer.
Meski influencer kecantikan, Rachel memilih produk tertentu. Dia tak mau mempromosikan produk pemutih, peninggi, pelangsing, ingin cepat hamil. Dia lebih memilih promosikan produk make up dan fesyen. Untuk produk pembesar payudara, selebgram Awkarin pernah mendapat hujatan dari netizen, bahkan anggota komisi kesehatan di DPR. Sayang, kasus itu tak pernah diusut. Polisi hanya sekedar mengimbau agar masyarakat lebih bijak terhadap promosi di media sosial.
Awkarin mempromosikan pembesar payudara
Selain seleksi secara produk, untuk antisipasi permasalahan, Rachel mensyaratkan kontrak tertulis dalam promosi produk.
Untuk mengantisipai banyaknya produk ilegal yang jadi objek endorse, Rade memandang perlu untuk regulasi bisnis promosi lewat media sosial ini.
Di luar negeri contohnya, Rade mengatakan, influencer punya tanggung jawab moral, minimal terbuka dengan apa yang dia promosikan.
"Di luar sudah teregulasi, kalau influencer promosikan, mendapatkan bayaran dan produk gratis dari brand, mereka harus transparan dan terbuka. Saat posting pakai hashtag #ads #sponsor #partnership, supaya konsumen dilindungi. Di Amerika Serikat malah ada regulasi. Kalau nggak patuh, mereka kena legal issue," jelasnya.
Untuk di Indonesia, Rade menuturkan, industri influencer perlu regulasi semacam itu. Tujuannya, melindungi konsumen. Influencer jangan cuma seolah posting review, produk bagus dan efektif untuk kulit misalnya. Sebab kalau cuma promotif saja, itu kecenderungannya bisa membohongi konsumen