Turki Cium Akal Bulus Prancis di Balik Dukungan Militer Buat Yunani
- Kathimerini News
VIVA – Presiden Prancis, Emmanuel Macron, jadi salah satu pemimpin negara Eropa yang paling lantang menyuarakan perlawanan terhadap Turki. Tak segan, Macron mengerahkan kekuatan militer Prancis untuk mendukung Yunani yang tengah terlibat konflik wilayah dengan Turki.
Seperti yang dijelaskan dalam sejumlah berita VIVA Militer sebelumnya, Prancis adalah negara pertama yang mengirim armada tempurnya ke Laut Mediterania Timur. Pengerahan pasukan dan kendaraan perang ke wilayah itu tak lain adalah untuk mendukung Turki untuk melawan Tukrki.
Menurut laporan yang dikutip VIVA Militer dari KNEWS, tepat pada 1 September 2020, Prancis resmi mengonfirmasi pengerahan kapal induk bertenaga nuklir Charles de Gaulle. Dengan status siap tempur, kapal induk Charles de Gaulle membawa sejumlah pasukan termasuk jet-jet tempur canggih Dassault Rafale.
Di sisi lain, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sama sekali tak menunjukkan kekhawatiran. Meskipun, Yunani mendapat dukungan penuh dari Prancis dan sejumlah negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE). Dengan tegas, Erdogan menyatakan bahwa Turki takkan mundur sejengkal pun untuk mempertahankan wilayah kedaulatannya.
Sikap Erdogan ternyata tak salah. Pasalnya, Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, mencium adanya sebuah niat Prancis di balik dukungannya terhadap Yunani dalam konflik wilayah di Laut Mediterania Timur. Dugaan Cavusoglu ini ternyata tak lepas dari keterlibatan Turki dalam Perang Saudara Libya, yang sudah berlangsung sejak 2011.
Menurut laporan lain yang dikutip VIVA Militer dari Libya Observer, Prancis di bawah komando Macron ternyata punya keinginan agar kelompok pemberontak, Tentara Nasional Libya (LNA) di bawah pimpinan Marsekal Khalifa Haftar, bisa menumbangkan Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA) yang berbasis di Tripoli.
Seperti yang diketahui, Turki adalah negara yang terlibat dalam konflik di negara kawasan Maghrib Afrika Utara itu, dengan dukungannya terhadap GNA. Cavusoglu menduga bahwa perdamaian Turki dengan Rusia, akan membuat GNA semakin kuat dan Haftar semakin terpojok.
Oleh sebab itu, dengan dukungannya terhadap Yunani, Macron berharap Turki hanya akan memfokuskan perhatian di satu front saja. Dengan demikian, Haftar akan mampu merebut Tripoli dan mengakhiri pemerintahan GNA.