Menanti Dampak KAA 2015 bagi Dunia

Delegasi Peserta KAA Ramaikan Historical Walk 2015
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak

Penandatanganan Pesan Bandung 2015

RI Terima 200 Permintaan Bantuan Negara Lain



Tak Bisa Instan

Kendati KAA telah resmi ditutup pada Jumat kemarin, namun, tidak serta merta ketiga dokumen yang dihasilkan bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh negara peserta. Apalagi Palestina.

Selain itu, dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan secara hukum. Artinya, terbuka celah besar pelanggaran komitmen di antara negara peserta KAA sendiri.

Namun, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Yuri O. Thamrin, menjelaskan, ketiga dokumen itu mengikat secara moral. Jika ada yang melanggar, secara moral juga akan dipertanyakan.

Dia turut menjelaskan, di dalam dokumen NAASP juga telah tercantum langkah tindak lanjut usai KAA berakhir. Salah satunya, pertemuan rutin di antara menlu se-Asia Afrika tiap dua tahun sekali dan dihelat di sela Sidang Majelis Umum PBB.

Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi pun menyadari, dokumen KAA tidak bisa terasa dampaknya secara instan. Namun, paling tidak ada tekanan signifikan yang disuarakan oleh dua per tiga penduduk dunia di kawasan Asia dan Afrika yang meminta agar Israel segera hengkang dari tanah Palestina.

Mehdawi mengatakan, Israel perlu diberikan tekanan yang bertubi-tubi dari dunia internasional. Tujuannya, agar mereka bersedia menepati janji dan membiarkan Palestina merdeka. Sebagai negara yang kini masih dijajah, Mehdawi paham betul, tidak mudah untuk meraih kemerdekaan. Bahkan, membutuhkan waktu ratusan tahun.

"Berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi Indonesia untuk merdeka? 350 tahun. Sementara itu, Afrika Selatan juga membutuhkan waktu ratusan tahun supaya mereka bisa menyuarakan one man one vote. India butuh waktu 400 tahun," kata dia yang ditemui di Hotel Borobudur, beberapa waktu lalu.

Menurut pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, dengan adanya ketiga dokumen KAA menunjukkan keseriusan para pemimpin negara Asia-Afrika untuk tetap konsisten dan menjalankan harapan Dasasila Bandung.

"Ini menunjukkan negara di kawasan Asia-Afrika, kendati pergerakannya lambat, tetapi mereka tetap konsisten dalam semangat Bandung. Terbukti tiga generasi presiden, mulai dari pendiri kemerdekaan, membangun kemerdekaan, dan melanjutkan kemerdekaan," papar pengajar yang akrab disapa Reza itu yang dihubungi VIVA.co.id melalui telepon pada Jumat malam, 24 April 2015.

Menurut Reza, dari deklarasi negara Asia-Afrika, terlihat internalisasi di kedua kawasan. Terlihat negara peserta tetap ngotot untuk menjalankan Semangat Bandung, contoh menegakkan Hak Asasi Manusia, keterikatan pada piagam PBB, penyelesaian krisis dilakukan secara adil, kerja sama selatan-selatan, dan menolak adanya keterlibatan pihak luar dalam krisis yang terjadi di kawasan Asia-Afrika.

"Terlebih semua hal itu disuarakan di Bandung, kota yang mengklaim ibu kota kawasan Asia Afrika," kata Reza.

Pesan serupa, ujar Reza juga berlaku untuk deklarasi mengenai perjuangan rakyat Palestina. Dengan disuarakan melalui KAA, mengingatkan kepada dunia adanya utang bahwa Palestina belum merdeka hingga kini.

"Di tahun 1955, Palestina diundang oleh Indonesia sebagai masyarakat dan bukan disebut negara. Wilayah mereka saat itu dicaplok oleh Israel, sehingga semakin mengecil. Tetapi, saat itu, Palestina mendapat kehormatan ke KAA," papar Reza.

Melalui dokumen itu, Reza melanjutkan, negara Asia-Afrika menunjukkan kepada dunia bahwa Palestina masuk ke dalam radar mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya