Krisis Hubungan NATO dan Rusia
- www.activistpost.com
"Dalam periode ketegangan, serangan terhadap negara-negara Baltik sepenuhnya masuk akal," ujar Stoltenberg.
Ia menjelaskan, empat batalion tersebut akan mewakili pergeseran yang jauh lebih besar dalam posisi NATO. “Pembentukan batalion ini juga menanggapi tantangan yang kami hadapi,” tuturnya.
Bulan lalu, Jenderal Sir Richard Dhireff, yang pernah menjabat sebagai wakil panglima tertinggi Sekutu-NATO di Eropa antara 2011 dan 2014, memperingatkan kemungkinan terbukanya perang nuklir dengan Rusia. Dia mengatakan, aliansi harus meningkatkan kemampuannya di Baltik atau menumbuhkan risiko potensi bencana.
"Fakta mengerikan adalah bahwa karena Rusia terus berpikir soal nuklir dan bagaimana meningkatkan kemampuan untuk setiap aspek kemampuan pertahanan mereka, ini akan menjadi perang nuklir,” ujar Dhireff.
“Kita perlu menilai Presiden Putin melalui perbuatannya, bukan kata-katanya. Dia telah menginvasi Georgia, ia telah menyerang Krimea, ia telah menyerang Ukraina. Dia telah menggunakan kekuatan dan melarikan diri dengan itu,” katanya.
Ancam Perdamaian Eropa Tengah
Diberitakan oleh Independent, 13 Juni 2016, Rusia melihat rencana pencegahan NATO sebagai sikap bermusuhan dengan mereka. Utusan Moskow untuk aliansi memperingatkan, keputusan NATO untuk menambah batalion di Baltik dan Polandia bisa mengancam perdamaian di Eropa Tengah.
Kremlin juga mengatakan, perisai rudal balistik AS yang diarahkan Washington untuk melindungi aliansi dari Iran, juga bagian dari kondisi yang bisa meningkatkan ketegangan.
Sejak awal 2016, Rusia sudah mencium gelagat NATO yang akan menambah pasukan di sekitar Baltik. Menanggapi meningkatnya pengamanan NATO tersebut, sejak 12 Januari lalu, Rusia memutuskan untuk membentuk tiga divisi militer baru, dengan masing-masing divisi memiliki kekuatan hingga 10.000 tentara.
Tentara tersebut akan ditempatkan di perbatasan Eropa. Rusia juga akan mengerahkan lima resimen rudal nuklir strategis pada tugas tempur.
Pembentukan tiga divisi militer baru itu disampaikan langsung oleh Menteri Pertahanan Sergei Shoigu. Diberitakan oleh Business Insider, 14 Juni 2016,
Menhan Rusia itu juga mengatakan akan meningkatkan infrastruktur pendukung kekuatan nuklir Rusia, seperti fasilitas pada basis kapal selam rudal strategis dan pembom jarak jauh. Dia menambahkan, setiap fasilitas militer tersebut akan menjalani pemeriksaan serius selama 2016.