Menolak Intoleransi ala Ormas di Bandung
- VIVAnews/Fernando Randy
VIVA.co.id – Sejumlah orang yang mengklaim diri dari organisasi masyarakat Pembela Ahlus Sunnah dan Dewan Dakwah Islam, mendatangi Sasana Budaya Ganesa atau yang dikenal dengan Sabuga yang berada di Kompleks Institut Teknologi Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat.
Mereka menggelar orasi, menolak digelarnya acara Kebaktian Kebangunan Rohani di ruang publik tersebut pada Selasa sore, 6 Desember 2016. Massa ormas menolak karena menilai acara ini mengalihfungsikan fasilitas umum untuk kegiatan ibadah.
Di tengah aksi, massa ormas melarang peserta dari luar kota memasuki gedung Sabuga, dan mengadang bus-bus pengangkut peserta yang hendak masuk kompleks ITB. Di dalam gedung, perwakilan ormas meminta kegiatan latihan paduan suara panitia kebaktian dan jemaat dihentikan. Mereka juga mendesak agar anggota paduan suara turun dari panggung.
Padahal, kebaktian Natal umat Kristiani yang menghadirkan pendeta Stephen Tong ini, sedianya digelar dengan dua acara. Sesi pertama pada siang hari khusus untuk pelajar se-kota Bandung, dan malam harinya baru kebaktian untuk umum.
Namun karena desakan ormas itu, panitia memutuskan mengakhiri acara sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka membatalkan agenda yang mestinya digelar untuk umum mulai pukul 18.30 WIB.
Kepolisian menjelaskan kegiatan ini dihentikan atas kesediaan panitia, merespons permintaan pihak PAS dan DDI. Berdasarkan catatan kepolisian, ada sekitar 300 massa ormas yang terlibat aksi ini.
"Dalam prosesnya tidak ada insiden, tidak ada pukul-pukulan, pengrusakan. Mereka sudah sepakat tidak ada permasalahan selanjutnya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Kombes Pol Rikwanto, di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 7 Desember 2016.
Menurutnya, pihak Polrestabes Bandung telah mengantisipasi kemungkinan terjadi insiden, dan memediasi perwakilan gereja dengan organisasi masyarakat. "Hasil mediasi dicapai kesepakatan kegiatan kebaktian malam itu dihentikan karena ada beberapa syarat administratif yang belum dipenuhi," ungkap Rikwanto.
Reaksi Pemerintah
Melihat peristiwa ini Wakil Presiden Jusuf Kalla bereaksi. Kalla menyesalkan pembubaran kegiatan ibadah Natal itu, karena pelaksanaannya sudah mendapatkan izin pemerintah setempat.
"Selama itu ada izin ya tentu tidak boleh ada pembubaran begitu. Tidak boleh," kata Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 7 Desember 2016.