Mengungkap Fakta Pembantaian 1965 'Rasa' Amerika
- Istimewa
Jim Mattis, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, memang dijadwalkan berada di Filipina pada 25 Oktober 2017. Saat itulah, Ryamizard akan mempertanyakan bagaimana dokumen rahasia itu bisa tersebar. "Besok waktu di Filipina saya ketemu dengan dia (Jim Mattis), cukup lama 1 jam. Akan saya tanya ini (dokumen pembantaian 1965)," kata Ryamizard di DPR, Rabu, 18 Oktober 2017.
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengakui belum mengetahui secara detail dokumen yang dikeluarkan tersebut. Ia menduga, laporan tersebut adalah hasil komunikasi Kedubes AS di Jakarta dengan Washington. Armanatha lebih memilih untuk melakukan cross check untuk mengetahui apakah dokumen itu valid dan akurat.
"Itu bisa merupakan pandangan dan persepsi serta posisi Kedubes AS saat itu terkait perkembangan situasi di Indonesia tahun 1963-1966. Yang perlu dicek adalah akurasi dan kebenaran dari laporan tersebut. Sebelum menyimpulkan, kita cross-check juga," kata Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2017.
Laporan itu juga menyinggung bagaimana peran Angkatan Darat dalam proses penggulingan pimpinan PKI dari tampuk kekuasaan. Panglima TNI Gatot Nurmantyo memilih tak berkomentar sebelum membaca dokumennya. "Saya akan membaca lebih dulu dokumen rahasia Amerika Serikat soal pembantaian 1965," ujarnya saat dikonfirmasi VIVA.co.id, Rabu, 18 Oktober 2017.
Karena itu, ia enggan berkomentar mengenai tudingan bahwa Angkatan Darat Indonesia melakukan kampanye pembunuhan massal melawan Partai Komunis negara (PKI) yang dimulai pada tahun 1965. .
"Ya nanti saya baca dulu, saya belum baca yah. Ya enggak tahu (kebenaran dokumen), saya belum baca masa disuruh komentar, gimana sih, baca dulu dong saya," kata Gatot di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 18 Oktober 2017.
Tak Perlu Diperkeruh
Meski penjabaran dalam dokumen setebal 30.000 halaman dan terpecah menjadi 39 dokumen itu memuat sangat detail bagaimana peran Angkatan Darat dalam pembantaian dan kampanye anti-PKI, namun Menhan berharap dokumen itu tak menciptakan keresahan di negeri sendiri.
Memhan RI Ryamizard Riakudu memilih untuk mengingatkan, agar tak ada yang memperkeruh suasana terkait informasi itu. "Tergantung kita mau keruh atau tidak, kalau kita enggak mau. Enggak usah. Kadang-kadang kita sendiri buat-buat," kata Ryamizard.