Kisah Eks Tapol PKI di Pulau Buru Dipaksa Mengaku Meski Tak Terlibat

Diro Sutopo (84 tahun) eks Tapol PKI di Pulau Buru.
Sumber :
  • VIVA/Belseran Christ

VIVA – Jelang Magrib, Selasa 29 September 2020, Diro Sutopo (84 tahun) masih terlihat sibuk membersihkan rumput liar yang berada di areal persawahan miliknya yang berada di samping rumahnya di kawasan Desa Savana Jaya, Kabupaten Buru.

Terpopuler: Sosok Jenderal TNI Tolak Penayangan Film G30S/PKI, Geger Pesta Seks Tukar Pasangan

Baca Juga: Pelaku Vandalisme di Musala Tangerang Ternyata Mahasiswa

Saat ini, Diro sibuk menggarap lahan sawahnya dengan luas hampir 400 hektare. Di lokasi itu, Diro menyulap lahan gambut dan juga hutan liar menjadi lahan perkebunan dan juga sawah sejak tahun 1978.

“Saat itu, saya dibuang ke sini masih hutan lebat. Masih gelap dan tidak kelihatan matahari. Saya yang kerja keras untuk membuka lahan ini,” kata pria kelahiran tahun 1936 ini.

Selain sawah, Diro juga rutin menggarap lahan pertanian lainnya, seperti sayur mayur dan juga umbi-umbian, serta menanam buah-buahan. Pekerjaan ini digelutinya tanpa kenal lelah.

Sinopsis Film Kupu-Kupu Kertas, Kisah Cinta Amanda Manopo Terhalang Konflik NU dan PKI

Karena giat bercocok tanam, Diro bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Buru, untuk menjual hasil panen padinya.

Meski telah sukses dalam bidang pertanian, namun pria berusia 84 tahun ini masih menyimpan cerita perih masa lalunya saat di buang ke Pulau Buru, Maluku, tahun itu.

Diro adalah seorang tahanan politik yang dikirim ke pulau itu. Dia dibuang, pada 11 November 1969, dan di penjara di beberapa tempat sebelum di pindahkan ke Nusa Kambangan lalu ke Pulau Buru. Saat itu, usianya 33 tahun.

“Dari Nusa Kembangan saya dibawa menggunakan kapal KM Tokala ke Pulau Buru, dan akhirnya ditempatkan ke kawasan unit 18 pada 10 november 1969. Bulan Januari 1972 saya dipindahkan ke Mako,” ungkap Diro.

Sebelum dititipkan di penjara, sambungnya, Ia dipekerjakan secara rodi bersama para tahanan lainnya. “Saya dikerjakan dulu di proyek jembatan dan waktu itu banyak orang. Jadi namanya orang ditahan, ya ikuti saja. Kalau kita bantah, cilaka. Orang yang tak salah dianggap salah, ya kita terima saja,” ujarnya.

"Istri saya meninggal karena stres setelah saya ditahan, begitu juga anak dalam kandungannya,” tambah Diro kepada VIVA, dikutip Rabu, 30 September 2020.

Diro menceritakan, perjalanannya ke Pulau Buru tahun itu (1969). “Saya dan para tahanan lainnya membuka hutan di lembah Waepo menjadi lahan pertanian seluas lebih dari 1.700 hektare,” terang pria yang kini berusia 84 tahun itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya