Pertarungan Terakhir Dustin Poirier: Kekalahan, Penghormatan, dan Tangis Perpisahan
- Ap Photo / Ella Hal
VIVA – Panggung UFC 318 di Smoothie King Center, New Orleans, Sabtu malam waktu setempat, jadi saksi bisu berakhirnya perjalanan panjang Dustin Poirier di dunia MMA. Dalam laga penutup kariernya, "The Diamond" harus mengakui keunggulan Max Holloway yang merenggut kemenangan lewat keputusan mutlak.
Ini bukan pertemuan biasa. Duel ini menjadi trilogi yang emosional. Poirier datang dengan dua kemenangan atas Holloway dalam dua laga sebelumnya, tapi kali ini giliran Holloway yang mencuri panggung dan memperkecil ketertinggalan jadi 2-1.
Setelah bel akhir berbunyi, Poirier melepas sarung tangannya dan meletakkannya di tengah oktagon—sebuah simbol pensiun yang menggetarkan hati para penggemarnya. Dalam wawancara pasca-pertarungan bersama Daniel Cormier, Poirier tak kuasa menahan emosinya.
“Terima kasih untuk para penggemar, untuk UFC, tim saya, dan keluarga saya,” ucap Poirier yang disambut gemuruh tepuk tangan dari penonton.
Laga ini menandai pertarungan ke-32 dan terakhir Poirier di UFC. Momen ini begitu bermakna, sebab lawannya bukan orang sembarangan. Holloway adalah petarung yang ia kalahkan dalam debut UFC lawannya pada tahun 2012, dan kembali ia taklukkan di 2019 dalam perebutan gelar interim lightweight.
Sayangnya, akhir kisah tak seindah yang diharapkan. Poirier gagal menutup kariernya dengan kemenangan, dan harus puas menerima keputusan juri: 48-47, 49-46, dan 49-46 untuk kemenangan Max Holloway.
Pertarungan berlangsung ketat sejak ronde pertama. Poirier sempat menjatuhkan Holloway, tapi sang pemegang sabuk BMF dengan cepat membalas lewat kombinasi tajam dan serangan ke tubuh.
“Holloway mulai menarget tubuh Poirier dengan tendangan. Dia menjatuhkan Poirier dengan pukulan kanan, dan saat Poirier berusaha bangkit, Holloway kembali mendaratkan serangan,” tulis MMAWeekly soal jalannya ronde awal.
Di ronde kedua, Poirier sempat mengancam lewat guillotine choke usai menyakiti Holloway. Namun, Holloway tetap tampil dominan dan kembali merebut poin.
Ronde ketiga jadi titik balik kecil bagi Poirier. Ia lebih aktif menekan dan mencetak poin penting, namun Holloway terus menjaga jarak dengan kombinasi pukulan cepat dan tendangan ke arah tubuh.
Ronde keempat dan kelima jadi panggung Holloway sepenuhnya. Poirier memang sempat memberi perlawanan keras dengan pukulan-pukulan bersih, tapi volume serangan Holloway yang tinggi jadi penentu utama.
“Holloway terus mendaratkan pukulan ke tubuh, melancarkan kombinasi, dan menutup ronde dengan flurry mematikan,” lanjut laporan MMAWeekly.
Pertarungan diakhiri dengan jabat tangan penuh respek dan air mata dari Poirier. Laga ini tak hanya penutup karier sang petarung asal Louisiana, tapi juga menjadi penanda betapa keras dan indahnya seni bela diri campuran di level tertinggi.