Tren Baru Pernikahan di Jepang: Gaya Foto-Only ala Korea Selatan Kian Populer
- mga-inc
Tokyo, VIVA – Di tengah tren menurunnya jumlah pernikahan dan pergeseran selera pasangan muda di Jepang, gaya pernikahan tanpa pesta alias photo-only wedding ala Korea Selatan justru semakin diminati. Alasannya? Lebih hemat, lebih simpel, dan tentunya sangat “Instagrammable.”
Fenomena ini mencerminkan perubahan besar dalam dunia pernikahan modern, di mana pasangan tidak lagi mengejar pesta mewah, melainkan momen yang bisa diabadikan dan dibagikan di media sosial.
Gaya Pernikahan Minimalis: Foto Jadi Segalanya
Jika dulu impian menikah berarti gaun mewah dan pesta besar di ballroom hotel, kini pasangan muda lebih memilih untuk fokus pada sesi pemotretan pernikahan yang estetik.
Dilansir laman Jepang, Mainichi, Minggu 29 Juni 2025, pernikahan ala Korea yang hanya mengandalkan sesi foto dengan latar set seperti drama atau film romantis Korea makin digemari karena menghasilkan potret yang menawan, dengan pencahayaan dramatis, sentuhan artistik, dan komposisi gambar yang terkurasi.
Studio-studio seperti Studio Luminous bahkan menyulap ruangannya menjadi mini studio film dengan puluhan latar berbeda. Di Odaiba, Tokyo, studio mereka memiliki lebih dari 30 set foto, menjadikannya salah satu yang terbesar di wilayah Kanto.
Pernikahan di Drama Korea Start Up
Harga Lebih Terjangkau, Hasil Tetap Memukau
Paket foto pernikahan ini juga dinilai lebih terjangkau dibandingkan pernikahan tradisional. Di Tokyo, misalnya, harga dimulai dari 49.500 yen (sekitar Rp5 juta) tanpa album, dan sekitar 89.650 yen (Rp8,9 juta) sudah termasuk album dan data digital.
Paket ini biasanya sudah mencakup sewa busana pengantin, makeup dan hairstyling, sesi pemotretan dengan fotografer profesional, hingga retouch hasil foto.
Menurut perwakilan Studio Luminous, popularitas tren ini meroket saat pandemi COVID-19, saat banyak pasangan menunda pernikahan. Kini, tren ini tidak hanya menjadi alternatif, tapi juga pilihan utama banyak pasangan muda.
Data: Pasangan Jepang Makin Menjauh dari Pesta Pernikahan
Menurut Yano Research Institute, nilai industri pernikahan di Jepang pada 2024 mencapai sekitar 1,84 triliun yen—hampir stagnan dibanding tahun sebelumnya dan hanya sekitar 76% dari level pra-pandemi pada 2019.
Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang juga mencatat ada 485.063 pernikahan pada 2024. Meski naik sedikit dibandingkan tahun sebelumnya, angka ini masih kurang dari setengah puncak pernikahan pada tahun 1972.
Tren menunjukkan bahwa pernikahan dalam skala kecil seperti “family wedding,” “relative-only wedding,” hingga “no-wedding” (tanpa upacara sama sekali) kian marak.
Instagram Jadi Penentu Tren Pernikahan
Menurut Saki Gondo, editor surat kabar industri pernikahan, media sosial khususnya Instagram sangat memengaruhi preferensi pasangan muda dalam memilih konsep pernikahan.
Banyak calon pengantin atau yang disebut “pre-brides” kini mencari inspirasi dekorasi, busana, hingga tata letak venue lewat Instagram. “Apakah konsep pernikahannya Instagrammable atau tidak, kini jadi pertimbangan utama,” ujar Gondo.
Venue-venue pernikahan pun beradaptasi, mulai dari menghadirkan dekorasi serba dried flower, pencahayaan lilin untuk suasana malam yang intim, hingga photo booth untuk tamu. Tujuannya jelas: menciptakan momen yang layak diunggah.
Kombinasi Teknologi dan Pengalaman Visual
Industri pernikahan Jepang pun terus berinovasi. Beberapa venue kini menawarkan pengalaman virtual reality (VR) agar calon pengantin bisa mengeksplorasi kapel dan ballroom dalam bentuk 360 derajat melalui kacamata khusus.
Ada juga tren “casual wedding” dengan konsep makanan prasmanan dan paket harga tetap, serta penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan materi promosi berbasis musim dan nuansa tertentu dengan model digital.
Tantangan Baru: Mengembalikan Makna Pernikahan
Meski tren foto-only wedding sedang naik daun, industri pernikahan di Jepang menghadapi tantangan berat: banyak anak muda yang bahkan belum pernah menghadiri pesta pernikahan.
“Jika seseorang belum pernah menghadiri pesta pernikahan, mereka sulit membayangkan pentingnya acara itu. Karena itu, setiap acara pernikahan yang ada harus bisa menunjukkan betapa berharganya momen tersebut,” tegas Gondo.
Pernikahan bukan sekadar ritual atau sesi foto. Ia adalah tonggak penting dalam hidup, simbol cinta dan komitmen, sekaligus bentuk ucapan terima kasih kepada keluarga dan orang terdekat.
Pernikahan Kini Bertransformasi
Di tengah realitas ekonomi, pandemi, dan pergeseran nilai sosial, generasi muda Jepang menciptakan definisi baru soal pernikahan. Bagi mereka, bukan pesta mewah yang penting, melainkan keindahan momen, kenyamanan, dan ekspresi diri.
Gaya “photo-only wedding” ala Korea Selatan menjawab kebutuhan itu. Murah, praktis, emosional, dan tentu saja fotogenik.
Apakah ini akan menjadi tren jangka panjang? Melihat antusiasme yang terus meningkat dan dukungan dari industri, sepertinya iya.