Falsafah Reward dan Funishment dalam Islam
- vstory
VIVA - Pendidikan adalah hak anak yang menjadi kewajiban atas orangtua. Sebenarnya sifat-sifat baik dan buruk yang timbul dalam diri anak bukanlah lahir dan fitrah mereka. Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena sifat orang tuanya yang bijaksana dan sifat buruk datang karena kurangnya peringatan sejak dini dari orangtua dan para pendidik.
Semakin dewasa usia anak, semakin sulit pula baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali orang dewasa yang menyadari keburukan sifat-sifatnya, tapi tidak mampu mengubahnya. Karena sifat-sifat buruk itu sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Maka berbahagialah para orangtua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena dengan demikian, mereka telah menyiapkan dasar yang kuat bagi kehidupan anak di masa mendatang.
Reward dan punishment sangat penting di dalam pembelajaran anak. Baik di sekolah maupun di rumah, dengan memberikan reward kepada anak, maka akan merasa bangga dan termotivasi untuk lebih lagi giat lagi si anak melakukan sesuatu yang ingin dicapainya.
Begitu juga punishment, anak akan berfikir tentang kesalahan yang dilakukannya sehingga dengan hukuman yang diberikan si anak akan merasa bersalah dan tidak ingin melakukan kesalahan lagi, dan menjadi pelajaran dalam hidupnya tidak akan melakukan kesalahan atau karena perbuatan jahatnya.
Dari penjelasan di atas bahwa Reward dan punishment sangat penting dalam kehidupan kita, karena dengan kedua sistem atau esensi ini menjadikan pembelajaran kita cara untuk mendidik anak yang baik dan benar agar si anak menjadi tumbuh dewasa dengan kepribaian yang baik, bijaksana, dan mampu mengontrol perilakunya di masyarakat, sehingga si anak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baik dan buruk.
A. Reward dan Funishmen dalam Presfektif Islam
Secara etimologi, kata ganjaran berasal dari kata ganjar yang berarti memberi hadiah atau upah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ganjaran adalah hadiah (sebagai pembalas jasa). Dari definisi ini dapat dipahami bahwa ganjaran dalam Bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun balasan yang buruk. (Wati, 2016)
Reward berarti menurut penulis merupakan pemberian penghargaan ataupun hadiah kepada peserta didik atau anak yang memiliki sebuah prestasi atau kelebihan-kelebihan yang lain yang dimilikinya dan tidak dimiliki oleh peserta didik yang lainnya
Dalam dunia pendidikan reward dijadikan sebagai alat untuk memberikan motivasi kepada siswa agar siswa tersebut giat dalam belajar dan menimbulkan sifat bersaing yang sehat antara satu siswa dengan siswa yang lainnya.
Dalam memberikan reward, seorang pendidik harus menyesuaikan dengan apa yang telah dicapai oleh peserta didik, jangan sampai pemberian reward tersebut menimbulkan sifat materalis pada diri peserta didik.
Reward jelas memberikan dampak positif terhadap siswa atau anak lainnya, sebagai pendorong motivasi, agar anak menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat diperolehnya
Jika disekolah maka siswa akan bersaing dengan sehat untuk termotivasi giat belajar agar prestasi di sekolah meningkat seperti mengejar ranking kelas, begitu juga Reward di dalam keluarga, menjadikan anak termotivasi untuk giat melakukan kegiatan-kegiatan baik dirumah atau lingkungan agar dia disanjung orang tua dan menjadi kebanggaan di keluarga. Sehingga anak lainnya juga akan bersaing sehinga menimbulkan motivasi diri agar menjadi pribadi yang berprestasi.
Secara etimologi, hukuman berarti siksa dan sebagainya, yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya. Dari sisi ini, hukuman pada dasarnya perlakuan tidak menyenangkan yang ditimpakan pada seseorang sebagai konsekuensi atau perbuatan tidak baik (‘amal al-syai’ah) yang telah dilakukannya.
Punishment didefinisikan sebagai tindakan menyajikan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan sebagai hasil dari dilakukannya perilaku tertentu sekaligus bertujuan untuk memperbaiki seseorang yang melanggar kode etik dan melestarikan peraturan yang berlaku. Punishment dalam pendidikan diartikan sebagai hukuman untuk memberikan atau mengadakan nestapa atau penderitaan dengan sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan maksud supaya penderitaan itu betul-betul dirasakannya, untuk menuju ke arah perbaikan.
Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak senang pada seseorang supaya mereka tidak melakukan tindakan atau sesuatu yang jahat. Hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogis, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik ke arah yang lebih baik. (Anshari, 1993)
Pendapat di atas membuat penulis memberikan kesimpulan bahwa Punishment adalah pemberian hukuman kepada siswa atau anak sebagai sebuah konsekwensi dari pelanggaran yang telah diperbuatnya dalam rangka pencegahan atas pelanggaran tersebut ataupun pemberi pembelajaran kepada yang lainnya. Maka menurut penulis bahwa Punishment ini perlu juga dilakukan agar anak sadar akan kesalahan yang diperbuatnya
Dalam pemberian punishment seorang guru harus berhati-hati dan harus sangat memperhatikan kondisi psikis seorang anak. Hal tersebut dilakukan agar punishment tersebut tidak menimbulkan dampak negatif pada diri peserta didik atau anak. Pemberian punishment apalagi yang berupa fisik hendaklah dijadikan metode yang terakhir.
Pendidik haruslah mencari alternatif yang lainnya sebelum memberikan hukuman kepada peserta didik.
Setelah menggunakan pendekatan- pendekatan yang lain ternyata tidak menemui hasil, maka guru dapat menggunakan pendekatan punishment kepada peserta didik.
Dalam pemberian punishment tersebut guru benar-benar harus memperhatikan kaidah-kaidah pendidikan. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan stigma negatif dari reward ataupun punishment tersebut
Punishment di sini menurut penulis bahwa anak bisa dijatuhkan hukuman apabila anak melakukan kesalahan yang merugikan dirinya dan orang lain, dan hal ini dilakukan agar anak sadar bahwa perbuatannya salah agar dia kelak menjadi pribadi yang lebih baik dan sesuai dengan norma-norma di masyarakat.
Tetapi punishment dilakukan juga jangan sampai berdampak tidak baik atau negatif dengan melakukan tindak kekerasan pada anak, atau perkataan menyinggung pada anak, agar anak tidak menjadi pribadi yang kurang baik di lingkungan bahkan pribadi yang pesimistis.
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa reward dan punishment sangat penting kita lakukan baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, karena dengan melakukan metode reward dan punishment si anak dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan keluaga, sekolah dan masyarakat.
Jika kedua hal ini memberikan motivasi pada anak, maka anak akan giat dalam belajar, maupun berbuat baik dan tidak melakukan kesalahan bahkan harus merugikan orang lain, serta menjadi pribadi yang kompeten.
B. Bentuk-bentuk reward dan Punishment dalam Pendidikan Islam
Bentuk-bentuk reward Allah SWT dalam memberikan ganjaran kepada hamba-Nya dalam dua bentuk: Pertama, ganjaran berbentuk fisik, misalnya, makanan, minuman, buah-buahan, air hujan, dan sebagainya. Kedua, ganjaran non fisik, misalnya, ketenangan atau ketentraman bathin, hidayah Allah, pahala di akhirat, surga dan lain sebagainya.
Dalam konteks Pendidikan Islam, bentuk ganjaran juga dibedakan menjadi dua: Pertama dalam bentuk fisik yaitu perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk fisik atau material sebagai konsekuensi logis dan perbuatan baik (‘amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan atau diraihnya. Misalnya, pemberian hadiah, cendramata, atau pemberian penghargaan baik berupa piala, buku atau kitab, beasiswa, dan lain sebagainya. Kedua dalam bentuk non fisik yaitu perlakuan menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk non fisik sebagai konsekuensi logis dari perbuatan baik (‘amal al-shalih) atau prestasi terbaik yang berhasil ditampilkan atau diraihnya.
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberikan reward antara lain:
- Ekspresi Verbal/ Pujian yang Indah. Pujian ini diberikan agar anak lebih bersemangat belajar. Pujian adalah suatu bentuk reward yang paling mudah dilakukan. Pujian dapat berupa kata-kata, seperti: baik, bagus, bagus sekali dan sebagainya.tetapi juga dapat berupa kata-kata yang berupa sugesti, misalnya; “Nah lain kali akan lebih baik lagi.” “Kamu pasti bisa kalau kamu rajin belajar”
- Imbalan Materi/Hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan pemberian hadiah, seperti memberikan buku pensil atau peralatan sekolah.
- Penghormatan, contohnya anak diberi jabatan ketua kelas karena dia bisa menjadi contoh kepada tean lainnya karena rajin belajar, bisa juga pengumuman juara kelas didepan teman-temannya sehingga anak jadi bangga dan lebih giat lagi dalam belajar.
- Menyayanginya, karena di antara perasaan-perasaan mulia yang Allah titipkan pada hati kedua orangtua adalah perasaan sayang, ramah, dan lemah lembut terhadapnya
- Memandang dan Tersenyum agar anak merasa di banggakan karena prestasinya, dan dapat menunjukan rasa kasih sayang yang lebih . (Purnomo, 2012)
Dalam konteks Pendidikan Islami, bentuk hukuman juga dapat diklasifikasikan kedalam dua macam. Pertama, hukuman fisik, yaitu perlakuan kurang atau tidak menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk fisik atau material sebagai konsekuensi logis dari perbuatan tidak baik (‘amal al-syai’at) atau prestasi buruk yang ditampilkan atau diraihnya. Implementasi hukuman yang berbentuk fisik bisa diberikan para pendidik dalam bentuk memukul, mewajibkan melakukan tugas-tugas fisik seperti membersihkan kamar mandi, berdiri di depan kelas, dan lain-lain. Kedua, hukuman non fisik, yaitu perlakuan kurangatau tidak menyenangkan yang diterima seseorang dalam bentuk non fisik sebagai konsekuensi logis dari perbuatan tidak baik (‘amal al-syai’at) atau prestasi buruk yang ditampilkan atau diraihnya. Misalnya dalam bentuk memarahinya, memberi peringatan disertai ancaman, dan lain-lain.
Hukuman menurut penulis adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secarta terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utamanya adalah untuk menyadarkan peserta didik atau anak dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.
Syarat -syarat dalam pemberian hukuman yaitu:
1. hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, dan kasih sayang;
2. Harus didasarkan pada alasan keharusan;
3. Harus menimbulkan kesan di hati anak;
4. Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik;
5. Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan. (Unggah Muliawan, 2016)
Hukuman menurut penulis haruslah mengandung pembelajaran atau didikan yang baik serta tidak menimbulkan trauma terhadap anak, dan merupakan jalan atau solusi terakhir, dan hukuman juga harus diberikan dalam keadaan tenang, dan disesuaikan dengan usia anak, hukuman juga harus diberi secara adil, harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak dan diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Hukuman juga dilakukan setelah anak melakukan kesalahan, sehingga anak menyadari bahwa kesalahannya harus dipertanggungjawabkan karena perbuatannya.
C. Dasar-dasar Pertimbangan Pemberian Ganjaran (reward)
Meskipun hampir semua pakar dan pendidik muslim sepakat penggunaan pemberian ganjaran dalam pendidikan, namun mereka memperingatkan agar para pendidik bersikap hati-hati dalam implementasinya. Sebab, bila tidak hati-hati pemberian ganjaran itu justru bias kontra produktif atau tidak tepat sasaran sesuai tujuannya.
Pemberian ganjaran kepada peserta didik perlu memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Berikan ganjaran atas perbuatan atau prestasi yang dicapai peserta didik, bukan atas dasar pribadinya;
2. Berikan penghargaan yang sesuai atau proporsional dengan prilaku atau prestasi yang diraih peserta didik;
3. Sampaikan penghargaan untuk hal-hal yang positif, tetapi jangan terlalu sering;
4. Jangan memberikan penghargaan disertai dengan ungkapan membending-bandingkan seorang peserta didik dengan orang lain;
5. Pilihlah bentuk penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (Wati, 2016)
Poin-poin di atas jelas bahwa dalam memberikan ganjaran atau reward kita harus juga mempertimbangkan kesesuaian kebutuhan peserta didik agar tidak merasa puas akan hal yang dicapainya, dan kita juga tidak boleh terlalu sering memberikan reward agar anak tidak terus sombong dan menjadikan pribadi yang angkuh, sebagai pendidik juga kita harus menanamkan hal positif agar anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan aspek perkembangannya.
Dalam perspektif falsafah Pendidikan Islam, hukuman pada dasarnya untuk memelihara fithrah peserta didik agar tetap suci, bersih dan bersyahadah kepada Allah Swt, untuk membina kepribadian peserta didik (anak) agar tetap istiqamah dalam berbuat kebijakan (amal al-shalihat) dan berakhlak al-karimah dalam setiap perilaku atau tindakan. Serta memperbaikai diri peserta didik (anak) dari berbagai sifat dan amal tidak terpuji (amal al-syai’at) yang telah dilakukannya.
Seorang pendidik harus memperhatikan ukuman yang diberikan siswa (anak) dan Jangan sekali-kali menghukum sebelum pendidik berusaha sungguh-sungguh melatih, mendidik, dan membimbing anak didiknya dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mentalyang baik, dan harus diberi tahu apa keslahan yang diperbuatnya baru diberi hukuman, anak tidak boleh dihukum sebelum pendidik memberikan peringatan pada mereka, menghukum anak sebelum pendidik berusaha secara sungguh-sungguh maka harus membiasakan mereka dengan prilaku yang terpuji, dan pendidik juga harus memberikan kesempatan pada anak didiknya untuk memperbaiki diri dari kesalahan yang telah dilakukannya.
Sebelum memutuskan untuk menghukum, pendidik hendaknya berupaya menggunakan mediator untuk menesehati atau merubah perilaku peserta didik. Setelah semua hal diatas dipenuhi, maka seorang pendidik baru dibolehkan menghukum peserta didik dan itupun dengan beberapa catatan:
a. Jangan menghukum ketika marah;
b. Jangan menghukum karena ingin membalaskan dendam atau sakit hati;
c. Hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahan;
d. Hukumlah pesrta didik secara adil, jangan pilih kasih atau berat sebelah;
e. Jangan memberi hukuman yang dapat merendahkan harga diri atau martabat peserta didik;
f. Jangan sampai melukai;
g. Pilihlah bentuk hukuman yang dapat mendorong peserta didik untuk segera menyedari dan memperbaiki keliruannya;
h. Mohonlah petunjuk Allah SWT agar anak sadar akan kesalahannya dan tidak berdampak buruk pada psikis anak. (Purwanto, 2001)
Pemaparan diatas jelas bahwa dalam pendidikan reward dan funishment sangat dibutuhkan apalagi khusunya Pendidikan Agama Islam, kita harus mendiik anak sesuai dengan fitrahnya yaitu menyembah Allah SWT dengan mengikui aturan-aturan dan menjauhi segla larangannya. Oleh karena itu mendidik anak atau siswa menjadi pribadi yang berbudi pekerti yang luhur kita harus menanamkan nilai-nilai yang baik, dengan memberikan motivasi terbesar melalui reward dan memberikan hukuman atau funishment agar anak sadar akan kesalahannya dan tidak ingin mengulanginya lagi sebagai pelajaran hidupnya.
Untuk semua itu peran orang tua dan guru sangat penting untuk memberikan reward dan funishment agar anak tumbuh dewasa dengan baik dan menanamkan niallai-nilai positif seperti jujur, rajin ibadah, pandai atau kompeten serta tidak lupa bersyukur kepada penciptanya yaitu Allah SWT.
Reward dan Punishment sangat penting kita lakukan baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat, karena dengan melakukan metode reward dan Punishment si anak dapat berinteraksi dengan baik dilingkungan keluaga, sekolah dan masyarakat.
Jika kedua hal ini memberikan motivasi pada anak, maka anak akan giat dalam belajar, mampu berbuat baik dan tidak melakukan kesalahan bahkan harus merugikan orang lain, serta menjadi pribadi yang kompeten.
Hukuman menurut penulis haruslah mengandung pembelajaran atau didikan yang baik serta tidak menimbulkan trauma terhadap anak, dan merupakan jalan atau solusi terakhir, dan hukuman juga harus diberikan dalam keadaan tenang, dan disesuaikan dengan usia anak, hukuman juga harus diberi secara adil, harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak dan diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.
Hukuman juga dilakukan setelah anak melakukan kesalahan, sehingga anak menyadari bahwa kesalahannya harus dipertanggungjawabkan karena perbuatannya.
Dalam pendidikan reward dan funishment sangat dibutuhkan apalagi khusunya Pendidikan Agama Islam, kita harus mendidik anak sesuai dengan fitrahnya yaitu menyembah Allah SWT dengan mengikui aturan-aturan dan menjauhi segla larangannya.
Oleh karena itu mendidik anak atau siswa menjadi pribadi yang berbudi pekerti yang luhur kita harus menanamkan nilai-nilai yang baik, dengan memberikan motivasi terbesar melalui reward dan memberikan hukuman atau funishment agar anak sadar akan kesalahannya dan tidak ingin mengulanginya lagi sebagai pelajaran hidupnya.