Siapa Menangguk Untung di Balik Berita Halal-Haram Cuan Vaksin?
- vstory
Putusan MA itu, menohok para pemain vaksin non halal tadi. Maka, beberapa hari setelah putusan itu menjadi polemik di masyarakat, muncul opini tentang keunggulan jenis vaksin AstraZeneca, Moderna dan Pfizer. Ketiga jenis vaksin ini, merujuk pada UU JPH dan Putusan MA itu, tak layak lagi digunakan. Karena belum memiliki sertifikat halal tadi.
Terjadi penggiringan opini. Seolah AstraZeneca dan vaksin lainnya itu, lebih unggul dari sisi medis dan Kesehatan. Ini berlangsung beberapa hari. Karena desakan pemerintah untuk melaksanakan Putusan MA, makin menguat. Panitia Kerja (Panja) DPR yang dibentuk terkait vaksin, juga mendesak pemerintah melaksanakan Putusan MA dan menyediakan vaksin halal bagi umat Islam. Maka, pemain vaksin non halal, makin terjepit. Karena Putusan MA bersifat mengikat dan final. Tak ada banding atau kasasi.
Lalu, terbitlah majalah Tempo, tanggal 16 Mei 2022. Laporan utama dengan judul cover “Halal-Haram Cuan Vaksin”. Isinya sangat provokatif dan terkesan melawan hukum. Karena memberi judul kecil di cover depannya, “Mahkamah Agung memaksa pemerintah memakai vaksin Covid-19 bersertifikat halal. Ada kepentingan bisnis keluarga sejumlah politikus PDI-Perjuangan.”
Tempo telak sekali salah arah. Karena penggunaan vaksin halal, bukan pemaksaan. Melainkan perintah dari UU dan PP 99/2021. Tapi Tempo menggiring opini, seolah vaksin halal ini proyek dari salah satu jenis vaksin: zifivac. Ini kesalahan fatal sebuah media. Karena pemaksaan penggiringan opini. Tanpa data valid dan sahih.
Laporan Utama media itu menurunkan beberapa rangkaian tulisan. Tulisan Pertama berjudul “Keluarga Banteng di Vaksin Halal.” Ini lucu dan menggelikan. Dalam lead beritanya, langsung memberikan opini penggiringan.
“Mahkamah Agung memutuskan pemerintah harus menyediakan vaksin halal. Produsen vaksin Zifivax di Indonesia yang sudah mendapatkan label halal dari Majelis Ulama Indonesia, dikuasai oleh kerabat sejumlah elit PDI-Perjuangan….”
Dari paragraf pertama dan paragraf kedua, tak menyambung. Tapi memaksa, bahwa seolah ‘vaksin halal’ ini demi upaya mengegolkan Zifivax. Dan, Tempo memaksakan itu.
Lalu Tempo menceritakan kisah Zifivax dalam proses melakukan halalisasi vaksinnya. Lalu, tetiba Tempo menuliskan, vaksin Zifivax muncul setelah gugatan YKMI dikabulkan oleh MA. Ini jelas tanpa data sama sekali. Karena dalam gugatan YKMI, disebutkan vaksin halal itu adalah Sinovac, dan Zifivax, sebagai jenis vaksin yang telah mendapatkan sertifikat halal. Tapi Tempo hanya mengutip dan mengarahkan bahwa seolah-olah vaksin halal itu hanya ada satu: Zifivax.