Kami Sering Dianggap Agen Asing

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Kisruh penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia sampai hari ini belum ada satu pun yang menunjukkan titik terang.

Tidak adanya iktikad politik negara menjadi hal paling krusial yang menjadi aral. Akibatnya, setiap harapan atas kasus pelanggaran HAM nyaris membuat putus asa.

Bagaimana tidak, meski sejak 25 tahun lalu telah ada Komisi Nasional HAM, belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM, khususnya yang berkaitan dengan masa lalu, bisa menjadi rujukan penyelesaian.

Indonesia pun selaluidihantui sejarah kelam HAM masa lalu. Ini bisa berdampak buruk. Sebab, bukan tidak mungkin orang mulai enggan mempercayai iktikad negara jika ada kasus HAM terjadi.

Bagaimana peliknya situasi ini? Simak wawancara khusus VIVA dengan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Dosen Universitas Sumatra Utara yang baru dilantik pada Oktober 2017 ini memberikan perspektifnya soal masalah HAM di Indonesia.

Anda baru dipercaya menjadi Ketua Komisioner Komnas HAM periode 2017–2020. Apa rencana prioritas lembaga ini ke depan?

Kami sudah mempunyai beberapa program kita kedepan yang sudah kami sepakati. Ada empat hal yang kita anggap paling penting.

Pertama, penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Karena ini kan ada tujuh kasus yang sudah dibentuk Tim Adhoc nya, sudah dilakukan penyelidikan, tapi hingga saat ini belum ada solusinya seperti apa.

Kedua, itu isu agraria. Isu agraria itu kita anggap sebagai kasus yang penting. Dari sekitar 7.000-8.000 berkas kasus yang masuk ke Komnas HAM tahun lalu, ternyata sekitar 3.000-an berkas aduan itu terkait dengan konflik agraria.

Jadi kasus konflik agraria itu termasuk kasus yang paling besar yang masuk ke kita. jadi kita masukkan juga kasus agraria itu sebagai isu kedua yang harus kita selesaikan.

Isu agraria itu termasuk konflik lahan baik antara pihak pemerintah, swasta atau BUMN. Selain itu juga ada kasus baru yaitu konflik lahan terkait dengan pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan Bandara Kulon Progo, jalan tol di Jawa Barat, kasus di Kendal, dan sebagainya. Kasus agraria ini dapat mendorong konflik sosial.