Jumat Pagi, Jakarta Jadi Kota dengan Kualitas Udara Terburuk Kedua di Dunia

Polusi Udara Jakarta Peringkat Kedua Dunia dengan Kualitas Udara Terburuk
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Kualitas udara di Jakarta pada Jumat pagi dilaporkan masuk kategori tak sehat. Posisi Jakarta menduduki peringkat kedua sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.

Dari data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 172. Angka itu masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan angka partikel halus (particulate matter/PM) 2.5.

Laporan itu memiliki penjelasan bahwa tingkat kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitif karena dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Situs itu juga merekomendasikan kondisi udara di Jakarta yaitu bagi masyarakat sebaiknya menghindari aktivitas di luar ruangan. Pun, saat berada di luar ruangan gunakanlah masker. Kemudian, menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor.

Pengunjung bersantai di taman Monumen Nasional (Monas), Jakarta. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Sementara, untuk kategori baik yaitu tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 0-50.

Kemudian, untuk kategori sedang yakni kualitas udaranya yang tak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan. Namun, berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika dengan rentang PM2,5 sebesar 51-100.

Lalu, kategori sangat tidak sehat dengan rentang PM2,5 sebesar 200-299 atau kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar. Terakhir, berbahaya (300-500) atau secara umum kualitas udaranya dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Adapun kota dengan kualitas udara terburuk di dunia adalah Kinshasa, Kongo dengan indeks kualitas udara di angka 186. Kemudian, urutan ketiga diikuti Dubai, Uni Emirat Arab di angka 163.

Selanjutnya, urutan keempat diikuti Lahore, Pakistan dengan indeks kualitas udara di angka 162.

Diketahui, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta berencana mau meniru kota-kota besar dunia seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara. Salah satunya dengan memperbanyak Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU).

“Belajar dari kota lain, Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris memiliki 400 SPKU. Jakarta saat ini memiliki 111 SPKU dari sebelumnya hanya 5 unit. Ke depan kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” kata Asep Kuswanto di Jakarta, Selasa, Maret 2025.

Dia menambahkan keterbukaan data jadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis.

Asep mengatakan penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif. Dia menilai yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara.

DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) agar pemantauan lebih luas dan akurat. (Ant)