Kiamat Bisa Terjadi dari Apa yang Kamu Makan, Kok Bisa?
- U-Report
Berdasarkan laporan World Bank (Bank Dunia) (2021) kegiatan industri pertanian dan agrikultur saja berkontribusi 19-29% dari total emisi gas rumah kaca secara global. Atas dasar inilah, jangan heran kalau tanda 'kiamat' iklim sebenarnya bisa dilihat dari sepiring makanan, apalagi riset terbaru berjudul "Food Systems are Responsible for a Third of Global Anthropogenic GHG Emissions" (2021) mengungkap, sistem produksi makanan global berkontribusi kepada 34% emisi karbon global.
Kendati demikian, masalah pun bukan hanya terjadi pada persoalan produksi, tetapi juga konsumsi. Lebih tepatnya, masalah limbah makanan (food waste).
WWF sendiri menyebut kontribusi karbon dari sampah makanan di AS saja setara dengan emisi dari 32,6 juta kendaraan.
Jadi, dari 23-48 juta ton sampah terbuang di Indonesia, dan 1,1 milyar ton di dunia, berapa banyak gas berbahaya dilepas dari tumpukan sampah? Tentu akan sangat banyak dan berbahaya.
Untuk mengurai permasalahan ini menurut PBB agak susah karena menyangkut urusan perut orang banyak. Kendati demikian, ini bisa dimulai dari pergantian menu makanan menjadi lebih ramah lingkungan.
Atau terpenting tidak membuang makanan dengan mengambil makanan secukupnya. Restoran pun bisa menerapkan denda kepada pengunjung yang tidak menghabiskan makanan, khususnya restoran all you can eat.
Tentu, upaya ini semua kata Tammara Soma di The Conversation tidak bisa berjalan sendirian. Harus ada intervensi pemerintah, seperti penerapan aturan tegas atau penanaman materi perubahan iklim yang berkaitan dengan makanan di sektor pendidikan.