Korban Vaksin Palsu Menggugat
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
"Bicara masalah HAM, hak atas kesehatan itu diberikan tanggung jawabnya kepada pemerintah. Pemerintah punya dua cara untuk memberikannya dalam aspek kesehatan, yakni pencegahan dan pengobatan," kata Bahrain.
Masalah vaksin palsu, keseluruhan distribusi obat melalui produsen kepada berbagai instansi kesehatan juga melalui pengawasan pemerintah. Namun disayangkan, regulasinya dinilai tidak sesuai dengan implementasi.
"Ketika ada obat palsu dan vaksin palsu beredar bertahun-tahun, berarti ada pembiaran. Negara yang diberikan tanggung jawab besar dalam pengendalian. Tanggung jawab ini ada di penyelenggara negara," kata Bahrain.
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Ali Taher, mengatakan pemerintah telah melakukan kelalaian dalam kasus vaksin palsu.
Menurut Ali, jika melihat dari jam terbang para sindikat pengedar vaksin palsu, yang sudah beroperasi 13 tahun silam tanpa tercium oleh aparat berwenang, artinya telah lalai. "Kasus ini membuktikan bahwa Pemerintah dalam hal ini Kemenkes dan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) lambat mengidentifikasi pemalsuan vaksin ini," ujar Ali.
Ali menilai kasus pemalsuan vaksin yang kabarnya sudah ada sejak 2003 ini menunjukkan pelaku pemalsu dan penyebar merupakan kelompok sindikat terorganisir yang telah mengakar. Kejahatan itu dilakukan dengan sengaja dan melibatkan sejumlah instansi terkait, salah satunya rumah sakit, di mana terdapat dokter dan farmakolog (ahli farmasi), yang seharusnya mengetahui vaksin itu asli atau palsu.
"Ini merupakan kejahatan yang luar biasa dan terorganisir yang harus juga diberikan sanksi hukuman yang berat," kata Ali.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo soal akan diberikannya sanksi, bahkan pembubaran terhadap rumah sakit karena terlibat dalam penggunaan vaksin palsu, tidak cukup.
"Kesalahan jangan ditimpakan ke pihak lain. Membubarkan rumah sakit konsekuensinya besar. Pemerintah seharusnya koreksi diri dulu, jangan mengorbankan pelayanan publik," kata Fahri, Senin, 18 Juli 2016.
[Baca: Jokowi Minta RS Pakai Vaksin Palsu Ditindak Hukum]
Kata Fahri, Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya segera melaporkan tempat beredarnya vaksin palsu. Bukan rumah sakit yang dikorbankan. Sebab, kata Fahri, ada kemungkinan rumah sakit kebobolan vaksin palsu karena tidak ada yang mengawasi.