Setelah Penganut Kepercayaan 'Diakui' di KTP

Permohonan penganut kepercayaan saat sidang di MK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Namun, pengakuan dari pemerintah ternyata belum cukup. Dalam perjalannya, masih saja ditemui perlakuan diskriminatif kepada warga penghayat kepercayaan, karena kolom agama mereka di KTP kosong.

"Untuk apa diberikan pengakuan tapi kolom agama kosong. Kami dikaitkan tak beragama, animisme. Jadi kenapa Konghucu bisa dikeluarin (agamanya di KTP). Sementara kami penduduk Nusantara kenapa tidak bisa jadi sah, itu permohonan kami," paparnya.

Dalam pertimbangannya, Ketua MK Arief Hidayat menyatakan gugatan warga penghayat kepercayaan beralasan menurut hukum. Dan akibat adanya perbedaan penganut agama yang diakui dan penghayat kepercayaan di KTP membuat warga mendapatkan pelayanan berbeda di fasilitas publik.

Dengan tidak dipenuhinya alasan pembatasan hak sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 ayat (2) UUD 1945, maka pembatasan atas dasar keyakinan yang berimplikasi pada timbulnya perlakukan berbeda antar warga negara merupakan tindakan diskriminatif.

Atas dasar itu, Arief berpendapat pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 UU Administrasi bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut juga dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24/2013 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan," kata Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Selasa 7 November 2017.

Atas dasar putusan MK tersebut, status penganut kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama di KK dan KTP. Meskipun untuk penulisan di KTP dan KK, MK mengatakan tidak perlu diperinci.

Hapus Diskriminasi

Kuasa hukum pemohon, Judianto, berharap semua instansi pemerintah dapat melaksanakan putusan MK terkait status penghayat kepercayaan dapat dicantumkan dalam kolom agama di KK dan KTP. Semua pihak harus menghormati putusan MK, karena prinsip dari permohonan ini ada perbedaan pelayanan publik antara warga negara.

"Ada yang diisi ada yang tidak diisi, padahal UU Dukcapil berhak dapat dokumen kependudukan, dan ini diskriminasi warga negara," kata Judianto kepada VIVA.co.id, Rabu, 8 November 2017.