Katanya Bisa Lindungi Masyarakat, UU Perlindungan Data Digital Dinanti

KEtua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso.
Sumber :
  • M Yudha Prastya/VIVA.co.id

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mendorong DPR membahas Undang-undang Perlindungan Data. Tujuannya, agar data masyarakat bisa dilindungi payung hukum yang jelas, karena keberadaan data di era perkembangan teknologi digital, sering digunakan oleh industri jasa keuangan seperti fintech.

Irlandia Denda TikTok Rp9,8 Triliun Usai Kegep Transfer Data ke China

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, landasan hukum perlindungan data selama ini baru ada untuk nasabah lembaga jasa keuangan konvensional, seperti di sektor perbankan, asuransi, hingga pasar modal ataupun perpajakan. Namun, landasan hukum tersebut tidak dapat digunakan untuk nasabah di sektor fintech.

"Jika share apa pun motifnya itu melanggar undang-undang dan pidana, jika data individu bukan data nasabah bank asuransi, pajak, dan pasar modal ini undang-undangnya belum ada. Tentunya, kita harap segera ada UU, sehingga data individu nasabah jika orang share akan dianggap melanggar dan pidana," kata dia di Jakarta Convention Center, Senin 23 September 2019.

Implementasi UU PDP Jadi Fokus Utama IPSS 2024

Akibatnya, lanjut dia, nasabah fintech seringkali mendapati datanya tersebar dan disalahgunakan untuk kepentingan penagihan yang tidak beretika. 

Selain itu, dikatakannya  OJK pun tidak bisa melakukan apa-apa, karena aturan perlindungan data nasabah di fintech hanya berbentuk kesepakatan bersama antara asosiasi fintech dengan OJK.

Darurat! Pembentukan Lembaga Pengawas Data Pribadi Tak Boleh Molor

"Kalau itu baru proses delik mengingkari janji,karena data nasabah bilang tidak boleh share, kemudian di-share, permasalahannya terkadang nasabah tidak sadar juga sudah tanda tangan bahwa boleh share data ke orang lain," tegas dia.

Selama landasan hukum atau undang-undang perlindungan data nasabah tersebut belum tercipta, Wimboh menilai, masyarakat sendirilah yang harus bisa menjaga agar data-datanya tidak di salah gunakan fintech ataupun industri jasa keuangan digital non-bank lainnya. Sebab, ketentuan penggunaan data sudah menjadi hal yang lumrah di industri jasa keuangan.

"Masalahnya customer enggak sadar, sudah tanda tangan bahwa boleh share data ke orang lain. Itu yang masyarakat harus hati-hati saat tanda tangan perjanjian. Jangan sampai ada form yang kita berikan hak ke orang lain. Banyak kejadian seperti itu," ungkapnya. (asp)

Tulus Abadi dalam Dialog Forum Merdeka Barat beberapa waktu lalu.

Imbas Tarif Trump, FKBI Desak Pemerintah Perketat Perlindungan Data Pribadi Warga RI

Ketimpangan Standar Perlindungan Data warga Indonesia bisa saja diproses di bawah regulasi AS (CCPA, HIPAA), meskipun tidak sepenuhnya selaras dengan UU PDP Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
24 Juli 2025