Mengenal Copsffee, Kopi Produksi Kepolisian RI dan Pertama di Dunia
- VIVAnews/Muhammad AR
VIVA – Umumnya Instansi Kepolisian di setiap negara berperan sebagai keamanan penegak hukum di masyarakat. Namun sebuah langkah besar dilakukan Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Kepolisian Resor (Polres) Bogor.Â
Untuk meningkatkan perekonomian petani di desa terpencil akibat covid-19, korps coklat ini mengembangkan produk Koperasi, yakni Copsffee (Cops Coffee), alias Kopi Polisi, yang menjadi produk kopi polisi pertama di dunia.Â
"Hari ini kami memberikan mesin huller pengupas kulit kopi, dari situ juga kami kerja sama dengan petani sekitar untuk mengolah kopi tersebut. Kami bekerjasama dengan Kemenady, komunitas kopi Bogor dan kopi Indonesia, terkait roastingnya, pengemasannya, akhirnya nanti memproduksi," kata Kapolres AKBP Roland Ronaldy diwawancarai VIVAnews saat memamerkan Copsffee di Kampung Mulyasari, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Sabtu 6 Juni 2020.
Adapun untuk Merk kopi itu sendiri kata Roland adalah Copsffee. Nama Copsffee tersebut diambil dari kata cops polisi, kopinya polisi.
Roland menjelaskan, Copsffee ini merupakan hasil olahan yang dipanen petani kopi khususnya, Kampung Mulyasari. Nantinya, produk ini akan diproduksi massal yang dipasarkan lewat kerja sama dengan Primer Koperasi Polisi (Primkoppol).
"Kami berkerjasama dengan Primkoppol untuk pemasaran, ke depan produk ini juga akan dikerjasamakan dengan minimarkert, dan supermarket," kata Roland.
Roland menyebut, tercetusnya ide untuk memproduksi kopi sendiri tak lepas dari gemarnya masyarakat Indonesia meminum kopi, termasuk institusi polisi sendiri.Â
Di balik itu, kata dia, Polres Bogor juga melihat kondisi ekonomi petani kopi menurun akibat pandemi covid-19. Padahal Bogor sendiri salah satu wilayah produksi kopi terbesar di Indonesia baik dari jenis robusta maupun arabika. Â
"Produksi ini kami bantu dari hulu ke hilir, masyarakat petani kopi. Kita harapkan bisa terbantu untuk meningkatkan perekonomian dan kita mendorong ladang produksi menjadi lebih besar untuk produksi kopinya," kata Roland.
Di sisi lain, lanjut Roland, petani kopi Bogor masih belum memiliki koperasi. Penjualan kopi masih dilakukan secara manual, dengan cara ijon atau membeli sebelum panen kepada tengkulak. Karena terdesak kebutuhan, kopi pun akhirnya dijual dengan harga murah sehingga sangat merugikan petani.Â