Upaya China Mengendalikan Dalai Lama: Perebutan Kekuasaan Spiritual dan Budaya

Dalai Lama
Sumber :
  • npr.org

Tibet, VIVA – Menjelang ulang tahunnya yang ke-90 pada Juli mendatang, masa depan pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, berada di ujung tanduk. Pemerintah Tiongkok yang dipimpin Partai Komunis (PKT)—sebuah rezim yang sejak awal menolak agama—kini mengklaim bahwa merekalah yang berhak menentukan siapa penerus Dalai Lama berikutnya. Ini bukan sekadar intervensi politik biasa, tapi tindakan luar biasa dalam merebut kekuasaan spiritual dan budaya yang belum pernah terjadi sebelumnya di era modern.

Armada Penangkapan Ikan Tiongkok Dikecam: Tambah Besar-Berpotensi 'Menguras' Lautan Dunia

Ironi ini sungguh mencolok. Pemerintah yang selama ini menindas umat beragama, merobohkan biara, dan memenjarakan para penganut keyakinan, kini justru menyatakan bahwa hanya mereka yang berhak memilih pemimpin spiritual tertinggi Tibet. PKT yang pernah menyebut agama sebagai "racun" lewat kata-kata Mao Zedong, sekarang memosisikan diri sebagai penentu utama reinkarnasi dalam Buddhisme Tibet—sebuah kontradiksi besar yang akan terasa lucu jika tidak menyangkut nasib jutaan orang.

Dilansir DailyMirror, Selasa 29 April 2025, Dalai Lama yang sekarang sudah menyampaikan sikapnya secara tegas. Dalam buku terbarunya berjudul Voice for the Voiceless, beliau mengatakan dengan jelas bahwa "Dalai Lama selanjutnya akan lahir di dunia bebas", sebagai penolakan nyata terhadap kendali otoriter Beijing. Ia juga berjanji akan meninggalkan instruksi tertulis mengenai proses suksesi, sebagai dasar hukum dan spiritual untuk melawan campur tangan China.

Badai Salju, Sekitar 1.000 Turis Terjebak di Lereng Everest

Klaim China bahwa mereka punya hak untuk menentukan penerus Dalai Lama didasarkan pada penafsiran sejarah yang keliru. Mereka merujuk pada upacara "Golden Urn" dari Dinasti Manchu tahun 1793 sebagai dasar. Namun, banyak fakta yang mereka abaikan: Dalai Lama saat ini tidak dipilih lewat prosedur tersebut, begitu pula Dalai Lama ke-9 dan ke-13. Bahkan, Dalai Lama ke-10 dan ke-12 sudah ditentukan sebelum upacara semacam itu bisa dilakukan. Dengan kata lain, argumen sejarah China sangat rapuh dan tidak konsisten.

Keinginan China untuk mengendalikan suksesi Dalai Lama menunjukkan ketakutan mendalam mereka terhadap semangat rakyat Tibet. Ketika Dalai Lama berhasil melarikan diri ke India pada tahun 1959, Mao Zedong hanya berkata, "Kita kalah." Meski sudah enam dekade ditekan, identitas budaya dan kecintaan rakyat Tibet kepada pemimpinnya tetap kuat. Kini Beijing mencoba merebut institusi Dalai Lama demi mendapatkan legitimasi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Mantan Menteri Pertanian China Dijatuhi Hukuman Mati karena Terima Suap Rp628 Miliar