Pernyataan BRICS yang Buat Trump Ngamuk, Naikkan Tarif 10% untuk Negara Anti-Amerika

Presiden AS Donald Trump usai menandatangani perintah eksekutif, Rabu, 9 April 2025, waktu setempat.
Sumber :
  • AP Photo

Washington, VIVA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu ketegangan global dengan mengancam bakal mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada negara-negara yang dianggap berpihak pada kebijakan anti-Amerika BRICS.

BRICS Buat Bank Baru Tandingi World Bank dan IMF

Ancaman tersebut dilontarkan hanya beberapa jam setelah pernyataan bersama para pemimpin BRICS yang secara tidak langsung menyoroti kebijakan proteksionis yang identik dengan Trump.

"Negara mana pun yang menyelaraskan diri dengan kebijakan Anti-Amerika BRICS akan dikenakan Tarif TAMBAHAN 10%. Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini," tegas Trump melalui akun Truth Social, Minggu, 6 Juli 2025, malam waktu setempat.

Hadapi Ketidakpastian Global, Bank Sentral BRICS Perkuat Koordinasi Kebijakan

Pernyataan Trump tersebut diduga kuat sebagai respons langsung atas pernyataan resmi para pemimpin BRICS dalam KTT yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil. 

Dalam pernyataan bersama itu, BRICS memperingatkan bahaya kebijakan proteksionis sepihak, termasuk kenaikan tarif yang tidak pandang bulu, tanpa secara eksplisit menyebut Amerika Serikat.

Ini 4 Pilar Kesepakatan Indonesia di KTT BRICS, Mulai dari Perdagangan hingga Reformasi Dunia

Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif masuk barang impor ke AS

Photo :
  • AP Photo/Mark Schiefelbein

Para pemimpin tersebut menyuarakan kekhawatiran serius tentang munculnya tindakan tarif dan non-tarif sepihak yang mendistorsi perdagangan dan tidak konsisten dengan aturan WTO. 

BRICS memperingatkan bahwa ancaman dan tindakan pembatasan perdagangan akan mengganggu ekonomi global dan memperburuk kesenjangan ekonomi yang ada.

Analis perdagangan internasional sekaligus mantan negosiator AS, Stephen Olson, mengatakan Trump kemungkinan besar merasa tersindir dan terprovokasi oleh pernyataan BRICS yang dinilai menggugat pendekatan tarifnya terhadap negara-negara mitra.

Dengan kebijakan ‘Anti-Amerika’, Trump mungkin merujuk pada "keinginan yang diungkapkan oleh anggota BRICS untuk bergerak melampaui tatanan dunia yang dipimpin AS dalam keuangan dan tata kelola global," kata Olson, seraya menambahkan bahwa bagaimana penyelarasan itu akan dinilai adalah "tebakan siapa pun." 

Langkah Trump ini, lanjut Olson, menunjukkan bahwa sindiran halus dari BRICS justru mendapat balasan keras, yang dapat memperdalam jurang perpecahan dalam sistem perdagangan internasional.

Indonesia Terancam Kena Imbas 

Kekhawatiran juga mulai merebak soal potensi dampak terhadap negara-negara anggota BRICS+, termasuk Indonesia, yang kini telah resmi bergabung dalam forum tersebut bersama Iran, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan lainnya.

BRICS dalam pertemuan kali ini bahkan menyuarakan dukungan simbolik kepada Iran terkait rentetan serangan militer, yang diyakini berasal dari AS atau sekutunya—tindakan yang juga dipandang sebagai bentuk pembangkangan terhadap hegemoni Barat.

Blok ini menyatakan misinya sebagai forum politik dan diplomatik bagi negara-negara Global South, dengan tujuan memperkuat pengaruh mereka dalam tata kelola internasional dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Jika retorika Trump menjadi kebijakan resmi di masa depan, negara seperti Indonesia bisa menghadapi tekanan ekonomi dalam bentuk tarif tambahan terhadap ekspor ke pasar AS, kecuali mengambil langkah diplomatik yang hati-hati.

Respon Beijing

Beijing merespons sanksi terbaru Trump terhadap negara-negara anggota BRICS berupa pengenaan tarif tambahan 10 persen ke AS. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, menegaskan BRICS tidak ingin mencari konfrontasi lewat pernyataan bersamanya.

"Mengenai pengenaan tarif, Tiongkok telah berulang kali menyatakan posisinya bahwa perang dagang dan tarif tidak memiliki pemenang, dan proteksionisme tidak menawarkan jalan ke depan," kata juru bicara kementerian luar negeri Mao Ning dilansir CNA, Senin, 7 Juli 2025.

"BRICS tidak terlibat dalam konfrontasi kubu dan tidak ditujukan pada negara mana pun," katanya. 

BRICS dikonsepsikan dua dekade lalu sebagai forum bagi ekonomi yang tumbuh cepat, telah dianggap sebagai penyeimbang yang digerakkan oleh Tiongkok terhadap kekuatan AS dan Eropa Barat.

Namun, Beijing menyatakan BRICS merupakan platform penting untuk kerja sama antara pasar yang sedang berkembang dan negara-negara berkembang. "BRICS menganjurkan keterbukaan, inklusivitas, dan kerja sama yang saling menguntungkan," kata Mao

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya