Panas! China Respons Trump: Perang Tarif Tak Boleh Digunakan sebagai Alat Pemaksaan dan Tekanan

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning.
Sumber :
  • Antara FOTO

Beijing, VIVA - Pemerintah China merespons ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan mengenakan tarif tambahan 10 persen kepada negara anggota BRICS. China mengatakan kesepakatan yang dicapai negara anggota BRICS tak ditargetkan untuk menyerang satu negara tertentu.

"BRICS bukanlah blok untuk konfrontasi. BRICS juga tidak menargetkan negara mana pun," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing dikutip pada Selasa, 8 Juli 2025.

Sebelumnya, Donald Trump melalui "platform media sosial miliknya, Truth Social menyampaikan akan mengenakan tarif tambahan 10 persen kepada negara mana pun yang mendukung "kebijakan anti-Amerika" dari blok BRICS.

"Tidak akan ada pengecualian untuk kebijakan ini," tulis Trump.

Mao Ning mengatakan BRICS merupakan platform penting untuk kerja sama antara pasar berkembang dan negara berkembang. "BRICS menganjurkan keterbukaan, inklusivitas, dan kerja sama yang saling menguntungkan," tutur Mao Ning.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kecewa dengan Iran dan Israel

Photo :
  • Ist

Terkait kenaikan tarif dagang dari AS, Mao Ning menyampaikan perang dagang dan perang tarif tak memiliki pemenang. Begitu juga proteksionisme tak akan menghasilkan apa-apa.

"Kami menentang perang dagang dan perang tarif. Tarif tidak boleh digunakan sebagai alat pemaksaan dan tekanan, kenaikan tarif yang sewenang-wenang tidak menguntungkan siapa pun," lanjut Mao Ning.

Ancaman Trump itu muncul saat para pemimpin negara-negara BRICS berkumpul di Rio de Janeiro, Brasil, untuk menghadiri pertemuan puncak tahunan.

Dalam KTT BRICS, para pemimpin negara anggota BRICS menyepakati deklarasi bersama menegaskan komitmen kelompok tersebut untuk memperkuat multilateralisme. Selain itu, mempertahankan hukum internasional, dan berjuang untuk tatanan global yang lebih adil.

BRICS juga menyuarakan penting bagi negara-negara berkembang untuk memperkuat upaya bersama dalam mempromosikan dialog dan konsultasi. Upaya itu untuk mewujudkan tata kelola global yang lebih adil dan setara, serta hubungan yang saling menguntungkan di antara negara-negara.

Di bidang keuangan, 11 negara tersebut sepakat perlunya meningkatkan kuota IMF dan kepemilikan saham Bank Dunia di negara-negara berkembang serta negara berkembang.

Dalam hal kesehatan, negara-negara itu mengakui sifat saling terkait dari tantangan kesehatan global dan implikasi lintas batasnya.

Terkait tata kelola kecerdasan buatan (AI), BRICS menawarkan perspektif Global Selatan. Dengan demikian, AI harus mengurangi potensi risiko dan memenuhi kebutuhan semua negara, termasuk negara-negara di Global Selatan. 

Imbas Tarif Impor 32 Persen, Indonesia Buka Peluang Bikin Pabrik di AS

Begitu juga di bidang perubahan iklim, negara-negara anggota BRICS mengakui Tropical Forest Forever Fund (TFFF) sebagai mekanisme inovatif untuk memobilisasi pembiayaan jangka panjang untuk konservasi hutan tropis, mendorong sumbangan ambisius dari mitra potensial.

Sebelumnya pada Januari 2025, Trump pernah menyampaikan tak ada kemungkinan (negara-negara) BRICS menggantikan dolar AS dalam perdagangan internasional, atau di mana pun.

RI Gabung BRICS, Pakar Beberkan Potensi Keuntungan di Era Prabowo

Trump minta komitmen dari negara-negara BRICS untuk tak menciptakan mata uang baru atau mendukung mata uang lain sebagai pengganti dolar AS.

"Jika mereka tetap melakukannya, mereka akan dikenai tarif 100 persen," kata Trump. (Ant)

Waketum Kadin Was-was Badai PHK Timpa RI, Usai Trump Berlakukan Tarif 32%


 

Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir

DPR Akui Tarif Impor 32 Persen jadi Tantangan Indonesia

DPR Akui Tarif Impor 32 persen jadi Tantangan RI: Kita Bisa Lalui dengan Baik

img_title
VIVA.co.id
8 Juli 2025