Jerman Dukung Negara Palestina Merdeka, tapi Tidak Sekarang

Ilustrasi - Bendera Palestina
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak A

Berlin, VIVA – Jerman mendukung pembentukan negara Palestina merdeka, tetapi menolak untuk mengakui kedaulatan negara itu saat ini.

Bareskrim Turun Tangan Usut Kasus Keracunan MBG

"[Pembentukan] Negara Palestina adalah tujuan kami. Kami mendukung solusi dua negara. Tidak ada jalan lain," kata Menteri Luar Negeri Johann Wadephul di Berlin menjelang kehadirannya di Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York.

"Namun, hal ini harus dicapai melalui perundingan. Tidak ada yang boleh memaksakan diri 'menembus tembok' pada saat ini," katanya, menambahkan.

Terungkap! Ternyata Hanya Ada Satu Sosok Pengumpul Uang Korupsi Kuota Haji

bendera Palestina

Photo :
  • Brahim Guedich/Wikimedia

Wadephul mengatakan jalan menuju pemahaman, rekonsiliasi, dan perundingan "sulit dan panjang," tetapi Federal Jerman mendukung hal itu.

Donald Trup Siap Mati-matian agar Israel Tak Diboikot di Sepakbola Internasional

"Betapapun jauhnya saat ini, solusi dua negara yang dinegosiasikan adalah jalan yang dapat memungkinkan warga Israel dan Palestina hidup dalam damai, aman, dan bermartabat," kata dia.

Sehari sebelumnya, Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal secara resmi mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.

Negara-negara lain, termasuk Prancis, Malta, dan Luksemburg, diperkirakan akan mengikuti langkah serupa pada Sidang Majelis Umum PBB pekan ini.

Para pemimpin negara juga dijadwalkan untuk menghadiri konferensi internasional tentang penyelesaian damai konflik Israel-Palestina dan implementasi solusi dua negara.

Wadephul juga memperingatkan Israel untuk tidak melakukan aneksasi terhadap wilayah pendudukan Palestina.

"Yang dibutuhkan kawasan itu sekarang adalah gencatan senjata segera, bantuan kemanusiaan yang jauh lebih besar bagi rakyat Gaza, serta pembebasan segera dan tanpa syarat para sandera [Israel]," katanya.

"Setiap tindakan yang mengarah pada aneksasi wilayah pendudukan, yang melanggar hukum internasional, juga merusak peluang tercapainya solusi jangka panjang bagi konflik ini," kata Wadephul. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya