Penghuni Apartemen di Jati Padang Pasar Minggu Keluhkan Dugaan Pemutusan Listrik Sepihak
- Dok. Istimewa
Jakarta, VIVA - Dugaan pemutusan aliran listrik dan air penghuni apartemen GB di Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, secara sepihak oleh pengelola dikecam FWGB yang merupakan forum penghuni apartemen tersebut.
Perwakilan penghuni, Ratih Seftiariski mengatakan hal tersebut diduga dilakukan pengelola pada tanggal 15 Juli 2025. "Pemutusan ini dilakukan oleh pihak yang diduga merupakan perwakilan dari PT SS (afiliasi CG) dan PT CII selaku pengelola sementara," kata Ratih, Rabu, 23 Juli 2025.
Dirinya menilai pemutusan fasilitas dasar tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang kuat, tanpa proses mediasi yang layak, serta bertentangan dengan sejumlah regulasi perundang-undangan yang berlaku.
"Warga menyatakan bahwa tindakan tersebut sangat merugikan mereka, terutama kelompok rentan seperti orang tua, anak-anak, dan bayi, karena menyebabkan gangguan kesehatan, kerusakan perlengkapan rumah tangga, hingga ketidaknyamanan mendalam akibat pemadaman pada malam hari," katanya.
Ratih menjelaskan proses pemutusan sarana itu dilakukan secara mendadak oleh petugas teknisi bersama tiga individu yang mengaku berasal dari pihak keuangan CG.
"Pemutusan dilakukan dengan dalih tunggakan pembayaran, namun banyak warga telah menunjukkan bukti pembayaran yang sah, termasuk tagihan yang tidak pernah dikonfirmasi sebelumnya. Pihak pengelola tidak memberikan pemberitahuan yang layak dan hanya mengandalkan pesan singkat melalui WhatsApp kurang dari 24 jam sebelumnya," kata dia.
Akibatnya, lanjut Ratih, warga yang dirugikan kemudian berkumpul di kantor pengelola untuk meminta klarifikasi. Namun, proses klarifikasi berlangsung alot, penuh ketegangan, dan tidak menemukan titik terang.
"Beberapa perwakilan dari pihak pengelola pun menolak memberikan penjelasan, mengunci diri di ruang manajemen, serta mengeluarkan pernyataan yang dinilai tidak etis dan melecehkan warga," katanya.
Sempat ada upaya mediasi yang dilakukan PolsekPasar Minggu. Sayangnya, lanjut Ratih, hasil mediasi antara penghuni dan pengelola tidak efektif dalam implementasinya.
"Karena keputusan pengaktifan kembali listrik tidak dilakukan secara merata. Beberapa unit tetap tidak mendapatkan aliran listrik dan air hingga tanggal 16 Juli 2025 bahkan beberapa unit dari 160 unit diduga belum juga diaktifkan," ujar dia.
Jika ditelisik ke belakang, kata Ratih, salah satu akar permasalahan utama yang hingga kini belum terselesaikan adalah keengganan developer membentuk PPPSRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) sejak serah terima unit dimulai tahun 2010.
"Dalam berbagai komunikasi resmi, termasuk buletin internal G, pihak developer diduga telah melakukan pembohongan publik dengan menyatakan bahwa pembentukan P3SRS hanya dapat dilakukan jika seluruh pemilik sudah memiliki Akta Jual Beli (AJB). Pernyataan ini bertentangan dengan ketentuan dalam Pergub DKI Jakarta No. 132/2018 yang telah memberikan ruang bagi pembentukan P3SRS meski belum seluruhnya ber-AJB," ucapnya.
Bahkan dalam salah satu forum daring (zoom), kata Ratih, yang diklaim sebagai bentuk 'sosialisasi', warga tidak diberikan informasi yang transparan dan menyeluruh.
"Baru-baru ini, diduga terjadi kembali disinformasi oleh Building Manager, yang menyebutkan bahwa berdasarkan peraturan terbaru, pembentukan P3SRS hanya dapat dilakukan apabila minimal 30 persen pemilik sudah AJB, sebuah informasi yang tidak memiliki dasar hukum yang sah dan dinilai sebagai bentuk pengaburan fakta untuk menunda pembentukan organisasi penghuni secara sah," ucap Ratih.
Selain itu, masalah lain yang muncul yakni banyaknya tagihan lama (2–5 tahun) yang baru dimunculkan, serta pembayaran yang dilakukan ke rekening pribadi tanpa dokumentasi valid.
"Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya ketidakwajaran dalam manajemen keuangan. Aplikasi IFCA yang digunakan oleh pengelola pun tidak sinkron antar pengguna, menunjukkan lemahnya sistem pencatatan dan pengawasan internal," kata Ratih.
Maka dari itu, terusnya, FWGB pun mendesak kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perumahan, Inspektorat, serta aparat penegak hukum untuk bisa hadir menengahi masalah ini. Mereka juga menuntut pengelola untuk mengembalikan hak dasar seluruh warga, dengan segera menyalakan listrik dan air di seluruh unit tanpa diskriminasi.
Kedua, melakukan investigasi menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan oleh PT SS dan PT CII, termasuk menelusuri indikasi penggelapan, pemalsuan tagihan, dan pelanggaran prinsip akuntabilitas publik.
Lalu yang ketiga, membekukan sementara akses rekening PT SS atau CG, serta mengalihkan proses keuangan ke pihak independen atau pemerintah, hingga tercipta transparansi. Keempat, menindak tegas pengelola sesuai ketentuan hukum yang berlaku apabila terbukti melakukan pelanggaran terhadap hak konsumen dan peraturan perundang-undangan.
Dan yang terakhir, melaksanakan pendampingan percepatan pembentukan PPPSRS dengan menjamin keterlibatan aktif warga dan menghentikan segala bentuk disinformasi yang menghambat hak warga untuk mengelola hunian mereka secara demokratis dan akuntabel.
Adapun pihak pengelola yang diwakili Building Manager Apartemen GB, Karnoto Slamet sempat memberi tanggapan dengan menyambangi para anggota FWGB di lokasi.
"Tadi kita cuma bilang, segala kegiatan aktivitas itu harus ada ijin, dan harap itu kondusifnya Pak, itu aja Pak," kata Karnoto.
"Saya ada disini dan saya siap (menanggapi keluhan)," ucapnya lagi.