RUU Ketenagalistrikan, Anggota Komisi XII Dorong Dua Hal Ini
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Jakarta, VIVA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagalistrikan yang tengah dibahas di DPR RI diingatkan harus mampu menjawab tantangan penguatan ekosistem energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia.
Anggota Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana menegaskan, RUU Ketenagalistrikan harus hadir sebagai regulasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan model bisnis kelistrikan. Karenanya ada 2 hal utama yang harus menjadi perhatian.
“(Pertama) perlu ada peraturan yang secara tegas mendorong fleksibilitas PLN dalam menerima pasokan listrik dari pembangkit EBT milik swasta maupun BUMN,” ujar Dewi di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.
Dewi, yang juga legislator dari Fraksi Partai Golkar menilai keterlibatan swasta dalam transisi energi harus difasilitasi secara progresif. Salah satu aspeknya adalah dengan membuka opsi kerja sama pembelian listrik (power purchase) yang lebih responsif terhadap dinamika pasar dan lokalitas sumber energi.
Ilustrasi Listrik
- pexels.com/Pixabay
Kemudian yang kedua, ia menekankan bahwa pentingnya pengaturan formula harga listrik EBT yang adil dan berkelanjutan. Menurutnya, kebijakan tarif harus menjamin keterjangkauan bagi konsumen rumah tangga, namun tetap menarik bagi pelaku usaha agar proyek EBT tetap bankable dan berdaya saing.
Dia pun berharap RUU Ketenagalistrikan dapat menjadi titik tolak pembaruan sistem kelistrikan nasional yang lebih terbuka, efisien, dan berorientasi pada keberlanjutan. Hal itu mencakup kejelasan skema investasi, kepastian harga, serta reformasi tata kelola pengadaan energi.
“RUU ini harus jadi pijakan baru untuk mempercepat bauran energi bersih sekaligus memperluas akses listrik yang andal dan terjangkau, terutama di daerah,” tutup Dewi.
