Biaya Solar Nelayan Cilincing Membengkak Tiga Kali Lipat Gegara Adanya Tanggul
- Tangkapan layar
Jakarta, VIVA – Nelayan tradisional di pesisir Jakarta Utara kian terhimpit akibat pembangunan tanggul beton raksasa di perairan Cilincing.
Ketua Perkumpulan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) DKI Jakarta, Muhamad Tahir, mengungkapkan bahwa proyek tersebut membuat nelayan harus melaut lebih jauh sehingga biaya operasional, terutama solar, melonjak hingga tiga kali lipat.
“Sekarang, yang pertama tidak adanya kepastian untuk area tangkap nelayan. Akhirnya nelayan itu harus mencari, mencari ikan lebih jauh. Terus yang kedua, beban yang selama ini costnya nggak terlalu tinggi, karena kenapa? Dia paling jarak satu kilo, dia udah bisa tebar jaring,” ujar Tahir di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat 12 September 2025.
Tanggul beton Cilincing, Jakarta Utara jebol
- tvOnenews.com/Abdul Gani Siregar
“Sekarang ini harus kita lihat istilahnya pencaplokan area tangkap itu luar biasa. Kita harus jauh melaut. Sekarang ini bisa satu sampai kelipatan tiga biaya cost yang harus kita keluarkan,” sambungnya.
Ia menegaskan, meski biaya operasional membengkak, hasil tangkapan nelayan tidak bisa dipastikan.
“Sementara tangkapan yang kepastian untuk menangkap ikan ini belum ada kepastian. Jadi emang sangat-sangat berdampak sekali terhadap ekonomi nelayan,” tambahnya.
Tahir menjelaskan, pembangunan tanggul beton sepanjang 2–3 kilometer itu sudah memancang tiga pier dan membuat area tangkap tradisional semakin tergerus.
“Perencanaannya ini kurang lebih, perencanaan awal kurang lebih 2-3 kilometer. Kita tidak tahu nih lanjutnya seperti apa area tangkap. Dan ini akan dilakukan tiga pelabuhan, tiga pier yang sudah dipancang,” katanya.
Ia menyebut nelayan di beberapa wilayah kini paling merasakan dampak kerugian akibat proyek tersebut.
“Ya kawan-kawan lain yang saat ini sangat berdampak sekali. Penurunan terhadap ekonomi itu kawan-kawan nelayan Marunda, Cilincing dengan Kali Baru. Karena memang disanalah area tangkap kawan-kawan nelayan,” jelasnya.
Menurut Tahir, mayoritas yang terdampak adalah nelayan tradisional skala kecil.
“Jadi kawan-kawan nelayan Kali Baru, Cilincing, Marunda ini nelayan-nelayan tradisional. Dia ada nelayan bagang, nelayan sero, nelayan caduk, nelayan budidaya, begitu-begitu. Jadi nelayan-nelayan skala kecil, yang memang istilahnya paling jauh dia maksimal 1 mil dari pinggir pantai, tempat mereka melaut,” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memastikan pembangunan tanggul beton di Cilincing bukan kewenangan Pemprov DKI. Ia menegaskan proyek tersebut berada di bawah izin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diberikan kepada PT Karya Citra Nusantara (KCN).
tvOnenews/Abdul Gani Siregar