Rizieq Tiba di Polda Metro, Bantah Upaya Makar
VIVA.co.id – Pimpinan Front Pembela Islam Muhamad Rizieq Shihab memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya. Dengan memakai mobil Pajero Sport bernomor polisi B 1 FPI, Rizieq datang sekitar pukul 10.45 WIB.
"Terima kasih banyak, hari ini saya dan Ustaz Bachtiar Nasir serta Haji Munarman dipanggil ke Polda Metro Jaya dalam rangka memberi keterangan sebagai saksi terhadap ibu Rachmawati Soekarnoputri atas tuduhan makar," kata Rizieq kepada wartawan sebelum masuk ke Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu 1 Februari 2017.
Menurut Habib Rizieq, dia akan memberikan penjelasan dengan sebenarnya terkait pemeriksaan ini. Mengenai adanya pertemuan dengan beberapa tersangka dugaan makar, ia pun mengakuinya. Namun, ia membantah pertemuan tersebut untuk membahas aksi makar.
"Kalau bicara pertemuan, benar Bu Rachma pernah datang ke rumah saya, sebaliknya saya juga pernah ke Bu Rachmawati dan Bu Rachma juga pernah ikut aksi 411 bersama-sama, juga ada pertemuan di beberapa event dengan ormas Islam dan ormas nasionalis. Tapi sekali lagi pertemuan tersebut sama sekali tidak ada rencana makar dan pemufakatan makar dan perbuatan melawan hukum. Jadi hanya sebatas kegiatan aksi 411 aksi 212," katanya.
Ia juga menambahkan, perihal adanya permintaan perubahan amandemen undang-undang dasar kembali ke awal, menurutnya hal tersebut adalah hal yang wajar.
"Kalau soal amandemen tolong diperhatikan, kalau ada usulan masyarakat kepada DPR RI meminta adanya amandemen itu sangat konstitusional selama disalurkan lewat jalur konstitusi. Disampaikan ke pimpinan DPR dan MPR serta fraksi yang ada," katanya.
Sebelum kedatangan Rizieq, pada pukul 10.30 WIB, juru bicara FPI Munarman dan Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir, terlihat mendatangi Polda Metro Jaya. Dengan memakai baju putih dan kacamata hitam, Munarman enggan berkomentar.
"Nanti saja saya," ujarnya seraya memasuki gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Â
Enam Napi Kasus Makar Tanpa Senjata di Papua Dapat Amnesti
Amnesti merupakan pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau kelompok yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
