Cerita Faisal Basri Diminta Sang Ayah Jadi Dokter

Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Nama Faisal Batubara atau yang lebih dikenal dengan nama Faisal Basri sudah tak asing lagi di dunia ekonomi Indonesia. Ia adalah seorang ekonom dan politikus asal Indonesia. 

Masih Dirawat Usai Operasi Ambeien, Nadiem Makarim Dijaga Ketat 6 Orang, Tangan Diborgol

Faisal Basri lahir di Bandung 6 November 1959. Nama belakangnya, Basri diambil dari nama ayahnya, Hasan Basri Batubara, sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada ayahnya. 

Pria berdarah Batak yang juga merupakan salah seorang keponakan dari mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik ini turut menjadi salah satu pendiri Mara (Majelis Amanah Rakyat) yang nantinya akan berkembang menjadi Partai Amanat Nasional hingga akhirnya dia dipercaya menjadi Sekretaris Jenderal yang pertama dan pasca Kongres I di Yogyakarta dipercayakan sebagai salah satu Ketua.

Kasus Pemerasan Dokter PPDS, Kaprodi Anestesiologi Undip Dituntut 3 Tahun Penjara

Berbicara sosok Faisal Basri, VIVA menguak sedikit kisah tentangnya lewat “1 Hari, 1000 Pesan” video series, Dalam Akun YouTube Talk Show tvOne itu bercerita bagaimana cita-cita dan kesehariannya.

Menurut pengakuan Faisal, ayahnya justru ingin ia menjadi seorang dokter, namun kecintaannya terhadap dunia ekonomi membuat Faisal memilih jalan tersebut hingga hari ini.

Dokter PPDS Undip Dituntut 1,5 Tahun penjara karena Peras Junior Capai Rp 1,9 Miliar

"Ayah saya ingin saya jadi dokter, tapi nyatanya tidak ada minat, juga perhatian. Ya kelihatannya di sana, kok ekonomi ini bisa memberikan kontribusi, pemikiran untuk menyelesaikan masalah-masalah bangsa. Kemiskian, ketimpangan, kemajuan, menumbuhkan ekonomi di perdesaan, memajukan pertanian. Semua itu, ekonomi punya instrumen menyelesaian masalah-masalah,"

Ia juga bercerita bagaimana ekonomi bisa merubah kehidupan petani. Ada sekelompok orang, anak-anak muda yang aktif, kuliahnya bukan di IPB atau pertanian, tapi bisa mengenalkan teknologi kepada petani lewat handphone petani. Jadi HP bisa mengukur kadar kapur tanah, asamnya tanah sehingga cocok ditanam untuk apa saja.

"Ada lagi inisiatif untuk mengumpulkan petani, masing-masing petani beli pupuk sendiri-sendiri, kan mahal. Nah kawan-kawan yang muda menghimpun 1000 sampai 2000 petani, di satu kecamatan misalnya beli pupuknya bareng dapat diskon besar, sehingga perkebunan hasil tani nya dibeli minimum berapa untuk disalurkan," ucap Faisal.

"Jadi anak muda sekarang bisa mengubah masalah jadi kesempatan. Masalah kita di jakarta apa, macet, solusinya apa gojek dan grab. Sistem pendidikan sekarang lebih adaptif terhadap itu. Kalau generasi saya mungkin terlalu banyak ngeluh, dikit-dikit ngeluh," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya