Pakar Hukum Soroti Calon Kepala Daerah Sudah Dua Periode Maju di Pilkada 2024

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis
Sumber :
  • istimewa

Jakarta, VIVA - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyoroti soal pencalonan petahana Bupati Kutai Kertanegara, yang dianggap sudah dua periode. Sehingga, kata dia, calon petahana seharusnya tidak dibolehkan untuk maju kembali dalam kontestasi Pemilihan Bupati pada Pilkada Serentak 2024.

Mendagri Tegaskan Pilkada Dipilih DPRD Tak Langgar Konstitusi, Ini Penjelasannya

Menurut Margarito, dalam Undang-Undang Pilkada secara jelas mengatur bahwa petahana yang sudah dua periode itu tidak boleh mencalonkan diri lagi.

“Orang yang menjabat lebih dari setengah periode dianggap satu periode. Mahkamah Konstitusi mengatur seperti itu. Orang yang menjabat lebih dari setengah periode, atau 2,5 tahun oleh MK dikualifikasi sebagai satu periode. Orang seperti ini tidak bisa calon,” kata Margarito di Gedung DPR RI pada Kamis, 14 November 2024.

Hasto Gugat Pasal 21 UU Tipikor, Begini Respons KPK

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis

Photo :
  • istimewa

Oleh karena itu, Margarito mengatakan Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia harus memastikan penegakan hukum berjalan berdasarkan hukum dan data. Selain itu, kata dia, peradilan harus menjalankan hukum sesuai peraturan yang berlaku. 

Kasasi Ditolak MA, Budi Said Tetap Divonis 16 Tahun Penjara

“Penegak hukum harus bertindak berdasarkan hukum dan fakta. Jangan ke kiri dan juga jangan ke kanan. Kalau diloloskan, harus ditegakkan aturan ini (UU Pilkada). Kalau aturan itu bilang A, ya A. Misalnya dalam satu kasus di Kutai Kertanegara. Ada seseorang yang menurut MK orang itu dua periode. Menurut aturan, kalau orang dua periode itu tidak bisa maju lagi,” ujar Margarito. 

Namun, kata Margarito, ternyata masih diloloskan juga oleh KPU. “Menurut saya, institusi yang berada di bidang ini harus mengkoreksi itu,” katanya.

Kata dia, aturan tersebut ditegakkan dengan cara orang yang merasa dirugikan melaporkan melalui jalur hukum yang telah ditentukan. Misalnya, kata dia, membuat laporan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga lembaga peradilan baik Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Mahkamah Agung.

“Caranya adalah orang yang merasa dirugikan melaporkan Bawaslu. Kalau Bawaslu tolak, pergi laporkan ke PTUN. Kalau PTUN tolak, mereka pergi melaporkan ke MA,” tegas dia.

Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di MK.

Putusan MK: Pimpinan Organisasi Advokat Dilarang Rangkap Pejabat Negara

MK memutuskan pimpinan organisasi advokat tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara, dalam hal ini termasuk menteri dan/atau wakil menteri.

img_title
VIVA.co.id
30 Juli 2025