Diduga Ada Pelambatan Proses Hukum, Komisi Yudisial Diminta Awasi PK Alex Denni

Ruang pengaduan komisi yudisial
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Komisi Yudisial (KY) diminta untuk melakukan pengawasan terhadap proses permohonan perkara Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Alex Denni yang pernah menjabat sebagai Deputi Kementerian BUMN dan memegang jabatan strategis di beberapa perusahaan BUMN.

Ikut Arahan Prabowo, KY Jamin 13 Calon Hakim Agung Lolos Seleksi Ketat dan Zero KKN

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) meminta Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan terhadap Mahkamah Agung (MA) yang memeriksa dan mengadili perkara Alex Denni di tingkat PK. Hal ini PBHI sampaikan melalui surat resmi yang ditujukan kepada Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai dan telah dikirimkan pada Selasa (4/2) pekan lalu.

Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI Julius Ibrani mengatakan, berkas perkara Alex Denni untuk pemeriksaan pada tingkat PK telah dikirimkan sebanyak dua kali kepada Kepaniteraan Mahkamah Agung. Namun, hingga saat ini berkas PK perkara tersebut belum diterima Kepaniteraan MA sehingga belum terdapat nomor register perkara PK.

KY Serahkan Nama Calon Daftar Hakim Agung ke DPR, Ini Daftarnya

Padahal, berdasarkan pedoman yang dirilis MA, Panitera harus segera mengirimkan berkas perkara permohonan PK ke MA dalam waktu 30 hari setelah pemeriksaan persidangan selesai. Sementara Alex Denni, yang telah menjalani masa hukumannya selama delapan bulan dari vonis 1 tahun penjara, telah mengajukan PK melalui Pengadilan Negeri Bandung sejak 12 Desember 2024.

“Berkas PK yang hingga saat ini belum diterima di Kepaniteraan MA merupakan bentuk undue delay atau pelambatan proses hukum yang menghambat jalannya peradilan. Hal ini berpotensi melanggar prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan sebagaimana diamanatkan UU Nomor 48 Tahun 2009,” ujar Julius.

PK Kedua Ditolak MA, Jessica Wongso Gagal Balikkan Vonis Kasus 'Kopi Sianida'

Selain itu, Julius mengatakan, tidak diunggahnya informasi terkait perkara tersebut dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) MA serta tidak disampaikannya informasi kepada kuasa hukum maupun pihak pencari keadilan bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan transparansi proses keadilan.

“Keadaan ini menimbulkan ketidakadilan serta ketidakpastian hukum bagi para pencari keadilan,” imbuh Julius.

Karena itu, dalam rangka mengungkap kebenaran materiil guna mewujudkan keadilan yang hakiki serta memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi peradilan, PBHI meminta Komisi Yudisial RI perlu segera mengambil tindakan yang sesuai dengan kewenangannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya