Menag Usul ke Arab Saudi Batas Usia Tak Jadi Patokan: Ada Jemaah Haji di Atas 90 Tahun Masih Kuat
- istockphoto.com/afby71
Jakarta, VIVA – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyampaikan harapan masyarakat Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi terkait kebijakan penyelenggaraan ibadah haji. Ia menekankan bahwa kriteria *istitha’ah* (kemampuan) dalam berhaji sebaiknya didasarkan pada kondisi kesehatan jemaah, bukan sekadar faktor usia.
Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar dan Menteri Kesehatan Arab Saudi, Fahad Abdulrahman Al-Jalajel
- HUMAS/Kemenag
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Menag kepada Menteri Kesehatan Arab Saudi, Fahad Abdulrahman Al-Jalajel, dalam pertemuan yang berlangsung di Rumah Dinas Duta Besar Arab Saudi di Jakarta, Senin (24/2/2025). Hadir Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Faisal bin Abdullah Al-Amudi, Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Muhammad Zain, serta Tenaga Ahli Menteri Agama, Bunyamin Yafid.
"Kami berharap kriteria utama dalam penentuan istitha’ah haji didasarkan pada kesehatan fisik, bukan usia. Sebab, banyak calon jemaah yang usianya sudah lanjut tetapi masih sangat bugar dan mampu menjalankan ibadah dengan baik," ujar Nasaruddin Umar dalam keterangannya di wesbite Kemenag..
Menurutnya, realitas di Indonesia menunjukkan bahwa usia tidak selalu menjadi indikator kesehatan seseorang.
"Ada jemaah berusia lebih dari 90 tahun yang masih sangat kuat, sementara ada juga yang lebih muda tetapi sudah lemah secara fisik. Oleh karena itu, kami meminta agar yang dijadikan acuan adalah kemampuan fisik, bukan sekadar angka usia," tambah Menag.
Menag juga mengusulkan agar, jika pemerintah Arab Saudi berencana menetapkan aturan baru terkait batasan usia jemaah haji, Indonesia diberikan waktu satu tahun untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Jika memang ada perubahan kebijakan terkait batas usia, kami berharap diberikan masa transisi selama satu tahun. Ini penting agar calon jemaah memiliki waktu yang cukup untuk memahami aturan baru dan mempersiapkan diri dengan baik," jelasnya.
Ia menekankan bahwa perubahan mendadak dalam kebijakan haji bisa menyulitkan pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
"Sosialisasi mendadak tentu akan menyulitkan kami. Oleh karena itu, kami meminta agar ada tenggang waktu yang cukup sebelum aturan diberlakukan," pungkasnya.
Usulan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Arab Saudi dalam merumuskan kebijakan haji yang lebih inklusif dan mempertimbangkan kondisi kesehatan jemaah secara lebih adil.
