Kerugian Negara Besar, Kejagung Diminta Usut Tuntas Dugaan Kasus Pertamax Oplosan
- Antara
Jakarta, VIVA - Publik dihebohkan dengan dugaan kasus korupsi di Pertamina Patra Niaga yang diduga merugikan negara hampir 1 kuadriun selama 5 tahun periode 2018-2023. Sebab, skandal korupsi itu merugikan negara Rp193 triliun dalam 1 tahun.
Terkait itu, Tim 8 Prabowo melalui Koordinator Nasionalnya, Wignyo Presetyo mengatakan dugaan kasus ini mungkin tak hanya melibatkan para pejabat di Patra Niaga. Bagi Wignyo, kasus ini bukan level biasa.
Dia menduga turut melibatkan para petinggi level di atas Patra Niaga.
“Oleh karena itu kami menduga bisa aja bukan cuma melibatkan pejabat di Pertamina Patra Niaga, tapi juga bisa melibatkan pejabat level yang lebih tinggi atau level di atas Patra Niaga," kata Wignyo, dalam keterangannya, Minggu, 2 Maret 2025.
Baca Juga: 2 Petinggi Pertamina jadi Tersangka Baru Korupsi Tata Kelola Minyak, Ini Sosoknya
Wignyo pun mendukung dan meminta Kejagung mengusut tuntas dengan memeriksa pejabat level yang lebih tinggi di atas Patra Niaga.
"Kami mendukung Kejagung RI dan meminta untuk mengusut pejabat yang lebih tinggi levelnya di atas Patra Niaga,” jelas eks aktivis PRD itu.
Lebih lanjut, dia menambahkan perkara tersebut bukan cuma merugikan negara. Dia bilang masyaraka selaku konsumen pengguna Pertamax juga rugi.
“Sama halnya kasus korupsi di Patra Niaga ini apalagi nanti terbukti mereka mengoplos Pertalite menjadi Pertamax. Maka siapa yang dirugikan? tentunya masyarakat yang menggunakan BBM jenis Pertamax,” ujar Wignyo.
Sebelumnya, Kaspuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan kerugian negara dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina Patra Niaga yang mencapai Rp193,7 triliun hanya untuk tahun 2023. Dia menekankan jika dihitung, maka dugaan total kerugian selama 2018-2023 bisa mencapai Rp968,5 triliun. Bahkan, diduga bisa lebih dari angka itu.
“Rp193,7 triliun itu di tahun 2023, perhitungan sementara ya. Tapi, itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan seberapa besar kerugian negara,” kata Harli di Jakarta, belum lama ini.