Banjir Mengancam Kota Jambi, Ketua DPRD Dorong Kolaborasi Lintas Sektor untuk Normalisasi Sungai
- VIVA.co.id/Syarifuddin Nasution (Jambi)
Jambi, VIVA – Di tengah kondisi cuaca yang semakin tidak menentu, banjir semakin menjadi momok menakutkan bagi warga Kota Jambi. Untuk mengatasi permasalahan ini, Ketua DPRD Kota Jambi, Kemas Faried Alfarelly, mendorong kolaborasi lintas sektor guna mempercepat upaya normalisasi Sungai Asam dan aliran Sungai Kenali di Kota Jambi.
Menurut Kemas Faried, permasalahan drainase di Kota Jambi melibatkan kewenangan dari berbagai tingkatan pemerintahan, mulai dari Pemerintah Kota, Provinsi, hingga Pusat. Ia menjelaskan bahwa Kota Jambi sebenarnya sudah memiliki alokasi anggaran sebesar Rp144 miliar untuk normalisasi anak Sungai Batanghari selama empat tahun, dari 2023 hingga 2026. Anggaran tersebut diinisiasi oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI.
Banjir di Kota Jambi
- Syarifuddin Nasution (Jambi)
"Namun, di lapangan realisasinya tidak sesuai ekspektasi. Ada beberapa titik yang memerlukan pembebasan lahan, dan ini menjadi kendala utama, sementara batas waktu anggarannya hanya sampai 2026," ujar Kemas Faried pada Rabu, 5 Maret 2025.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa anggaran Rp144 miliar yang bersumber dari bantuan luar negeri, khususnya dari Jepang, tidak mencakup biaya pembebasan lahan. Hal ini menjadi permasalahan karena APBD Pemerintah Kota Jambi dinilai terbatas untuk menanggulangi biaya tersebut.
Menanggapi hal ini, Kemas Faried mengaku telah berdiskusi dengan Kepala BWSS VI untuk mencari solusi agar sebagian anggaran dapat dialokasikan untuk pembebasan lahan atau mengurangi cakupan proyek normalisasi demi menyesuaikan kebutuhan pembebasan lahan.
"Kami sudah berkomunikasi dengan BWSS terkait anggaran untuk pembebasan lahan," tambahnya.
Selain permasalahan lahan, Kemas Faried juga menyoroti adanya sedimentasi yang menyebabkan penumpukan hingga penyumbatan aliran sungai di beberapa titik. Ia menegaskan bahwa permasalahan ini harus segera dibenahi sebelum berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu pembangunan kolam retensi sebagai penampungan sementara air.
"Permasalahan utama tetap pada ganti rugi lahan, namun kita juga harus segera menangani sedimentasi yang menyumbat saluran air," jelasnya.
Ia kembali menekankan bahwa upaya penanganan banjir di Kota Jambi membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dari semua pihak, baik Pemerintah Pusat, Provinsi, maupun Kota. Menurutnya, keterbatasan anggaran daerah menjadi hambatan utama, sehingga dukungan dari Pemerintah Pusat sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD yang terbatas. Solusi utama tetap ada di Pemerintah Pusat, karena biaya yang dibutuhkan sangat besar," pungkasnya.