KPK: Guru Terima Hadiah saat Kenaikan Kelas Termasuk Gratifikasi, Bukan Rezeki

Ilustrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa penerimaan hadiah untuk guru ketika proses kenaikan kelas itu bentuk penerimaan gratifikasi, bukan rezeki. Penanganan temuan-temuan dugaan korupsi di lingkup pendidikan tidak hanya dituntaskan melalui lembaga antirasuah, melainkan semua pihak.

Isu Kapolres Ikut Terjaring OTT Kasus Korupsi Jalan di Sumut, Begini Penjelasan KPK

Temuan tersebut merujuk pada hasil rilis skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan pada 2024 yang dilakukan oleh KPK. Dalam rilis tersebut memang skornya mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023.

"Sebagai mana kita ketahui, minggu yang lalu kita sudah launching SPI Pendidikan, dimana masih banyak temuan-temuan dari hasil survei itu terhadap pelaksanaan pendidikan di Indonesia," ujar Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana di Gedunh ACLC KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Jumat 2 Mei 2025.

Terpopuler: KPK Ultimatum Deputi Gubernur BI dan Anggota DPR, Ayah Juliana Kritik Jalur Pendakian RI

Baik di tingkat dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Nah, upaya yang harus kita lakukan tidak cukup KPK saja, tetapi inilah upaya bersama," lanjutnya.

Wawan menyoroti terkait adanya penerimaan hadiah untuk guru ketika proses kenaikan kelas. Dia menyebutkan bahwa penerimaan itu bukanlah sebuah hadiah, melainkan penerimaan gratifikasi.

Mau Umumkan Tersangka, KPK Ultimatum Deputi Gubernur BI dan 2 Anggota DPR Kooperatif

"Termasuk juga tadi bagaimana menyosialisasikan gratifikasi itu, itu bukan rejeki. Harus dibedakan mana rejeki, mana gratifikasi," kata Wawan.

Dia menyebut, akan melakukan sosialisasi di lingkungan pendidikan terkait dengan pendidikan antikorupsi. "Jadi selalu kita gembar-gemborkan kepada mereka. Disosialisasi, dikampanyekan oleh kita dalam bentuk informal maupun non-formal, kita selalu mengingatkan mereka ya," kata Wawan.

"Dan ini sekali lagi bukan hanya tugas KPK. Tugas kita semua, media juga termasuk di dalamnya. Orang tua, guru, dan lain-lain," lanjutnya.

Sementara itu, Sekretaris Inspektur Pemerintah Provinsi Jakarta Dina Himawati mengatakan bahwa dari Pemprov DKI Jakarta sudah coba memberikan edukasi soal pencegahan penerimaan gratifikasi.

"Kami dari Pemprov DKI sudah mencoba dengan memberikan edukasi yang dilakukan oleh para ASN," kata Dina.

Dina menuturkan bahwa sejatinya para aparatur sipil negara (ASN) sudah kerap memberika edukasi soal dugaan penerimaan gratifikasi kepada guru di lingkungan pendidikan.

"Dan terkait dengan pemberian gratifikasi yang diberikan oleh murid atau orang tua murid kepada guru, ini kami juga sudah mengejarkan untuk menginformasikan, untuk melaporkan kepada unit pemberian gratifikasi. Dan ini juga dilaporkan kepada KPK," tandas dia.

Budaya Mencontek

Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan pada 2024. Angkanya pun mengalami penurunan. Sejatinya, tahun 2023 KPK meraih angka SPI sebanyak 73,7. Namun, di tahun 2024 menurun jadi 69,50.

Pengumumannya dilakukan KPK pada acara Peluncuran Indeks Integritas Pendidikan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta Selatan pada Kamis 24 Oktober 2025. Acara tersebut dihadiri oleh Mendikdasmen Abdul Mu'ti, Menag Nassarudin Umar serta Wamendikti Saintek, Stella Christie.

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana mengatakan bahwa responden SPI tahun 2024 diambil dari lebih dari 36 ribu satuan pendidikan yang terdiri dari 35 ribu lebih satuan pendidikan dasar dan menengah serta 1.200-an satuan pendidikan tinggi.

Kemudian, jumlah sampel responden diambil dari pelbagai elemen dalam ekosistem pendidikan meliputi 1.041 lebih peserta didik, baik murid maupun mahasiswa.

Selanjutnya, ada seribu lebih tenaga pendidik, mulai guru maupun dosen. Pun ada sebanyak 1.001 lebih orang tua atau wali murid, serta 45 ribu lebih pimpinan satuan pendidikan dasmen dan dikti dengan jumlah keseluruhan sebanyak 449 ribu lebih.  

Ada dua metode yang digunakan untuk mengetahui survei ini. Diantaranya yakni dengan metode online melalui WhatsApp dan email blast, serta CAWI (Computer Assisted Web Interviewing) dan metode hybrid yaitu menggunakan CAPI (Computer-assisted personal interviewing).

Wawan menyebutkan, SPI ini dilakukan demi mengetahui kondisi integritas pada tiga aspek dimensi yaitu karakter integritas peserta didik, ekosistem pendidikan terkait pendidikan anti korupsi, dan risiko korupsi pada tata kelola pendidikan.

"Jadi kalau dari angka memang kelihatan penurunan gitu ya. Tahun yang lalu itu 73, sekian, sekarang 69,5. Tapi kalau kita lihat sebenarnya, kalau tahun yang lalu itu kan baru levelnya di provinsi. Di provinsi, sehingga jumlah respondennya juga tidak sebanyak sekarang. Bahkan yang sebelumnya itu levelnya nasional kan. Hanya jadi ambil sampling secara nasional, kemudian tahun 2023 yang lalu, provinsi, mulai 2024 ini full sampai ke Kabupaten Kota," ujar Wawan.

Skor 69,50 ini merupakan angka nasional. Setiap Kabupaten tetap memiliki angka SPI sendiri.

"Jadi seperti itu kira-kira, kenapa nilainya penurunan, karena secara pelaksanaannya tadi, bertahap dari dulu nasional, kemudian level provinsi, sekarang sudah setiap Kabupaten Kota punya nilai di sini," kata Wawan.

Menurunnya angka SPI KPK di tahun 2024 disebabkan dengan berbagai macam temuan. Salah satunya yakni budaya mencontek siswa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya