IIFPG: Pelaku Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak Banyak dari Tokoh Keagamaan
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Kekerasan terhadap perempuan dan anak jadi sorotan Ikatan Istri Fraksi Partai Golkar (IIFPG). Persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak dinilai harus segera diatasi secara bersama-sama.Â
Hal tersebut jadi perhatian IIFPG dengan menggelar talkshow bertajuk 'Perempuan dan Anak; Ketika Kekerasan Tersembunyi di Balik Sosok Tak Terduga', di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025.
Pembina IIFPG, Sri Suparni Bahlil mengatakan bahwa kekerasan seksual pada perempuan dan anak marak terjadi di Indonesia. Bahkan, kata dia, terjadi tiap detik dan sangat meresahkan banyak masyarakat.Â
"Kita ketahui bersama bahwa fenomena kerasan terhadap perempuan dan anak ini sering terjadi, bahkan setiap detik, setiap menit kita selalu membaca di sosial media," kata Sri Suparni.
Ikatan Istri Fraksi Partai Golkar (IIFPG)
- istimewa
Sri Suparni menyoroti kekerasan seksual perempuan dan anak sudah sangat meresahkan masyarakat. Ia mendorong agar masyarakat turut bersama-sama membantu persoalan kekerasan seksual pada perempuan dan anak.
"Ini adalah tugas kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah ya. Kita juga wajib untuk bergandeng tangan untuk membantu memberantas kekerasan, kekerasan atau kegiatan yang sifatnya mengganggu atau mungkin ya sangat-sangat membutuhkan kepedulian dari kita semua," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua IIFPG Luluk Maknuniah Sarmuji senada mengkritisi maraknya kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang dilakukan oleh tokoh agama.Â
Ia menilai bahwa salah satu modal untuk membuat suatu negara maju ialah perempuan dan anak.Â
"Kekerasan perempuan itu dilakukan oleh sosok-sosok tidak diduga sebelumnya, dia mampu melakukan itu dengan tingkat pendidikannya dan tingkat keagamaannya. Kalau kita mau membuat suatu negara itu maju modal terbesar suatu negara itu perempuan dan anak," ujar Luluk.
Ia menegaskan bahwa banyak kasus kekerasan seksual perempuan dan anak yang tidak terlihat di mata masyarakat. Karena, menurutnya para korban kekerasan itu belum ada keberanian untuk speak up.
"Kekerasan berbasis gender masih terjadi. Karena ternyata ada banyak sekali kasus yang tidak terblow up sama media. Terutama korbannya langsung belum ada keberanian dan belum speak up," terangnya.