Kunjungan PM Li Qiang jadi Momen Geostrategis, Mendandai Adanya Perubahan Diplomasi RI

Presiden RI Prabowo Subianto menerima kunjungan PM China Li Qiang
Sumber :
  • Youtube Setpres

Jakarta, VIVA - Kunjungan Perdana Menteri China Li Qiang ke RI dinilai jadi momen strategis ke depan sebagai arah baru kerja sama dua negara. RI saat ini punya pendekatan politik baru dengan China. Bukan lagi diplomasi beton yang prioritaskan infrastruktur.

DPR Desak Pemerintah Siapkan Langkah Konkret Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Pengamat Fakhrul Fulvian menilai demikian karena dilihat salah satunya dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Bank Indonesia (BI) dan bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC) di sela kunjungan resmi PM Li Qiang ke Jakarta. Bagi dia, momen itu lebih dari sekadar peristiwa diplomatik RI. 

Menurut dia, langkah RI mencerminkan arah baru geostrategis dalam percaturan keuangan global yang kian multipolar.

Golkar Beri Masukan ke Prabowo soal Soft Diplomacy buat Redam Perang Iran-Israel

“Ini adalah momen geostrategis yang menyiratkan posisi baru Indonesia di arsitektur keuangan dunia. Dan bukan sembarang pintu, ini adalah pintu uang," kata Fakhrul, dikutip pada Senin, 26 Mei 2025.

Dia mengatakan kerja sama RI tak selalu sekadar militer, produksi manufaktur. "Melainkan lewat hal yang lebih halus dan subtil, yakni aliran modal, likuiditas dan kepercayaan lintas batas,” jelas Fakhrul.

Teguh Anantawikrama Ungkap Kekuatan Diplomasi Gastronomi RI

Presiden RI Prabowo Subianto menerima kunjungan PM China Li Qiang

Photo :
  • Youtube Setpres

Pun, dia mengatakanlangkah kerja sama dengan RI itu juga memiliki implikasi geopolitik. Sebab, di tengah ketegangan antara blok Barat dan Timur, posisi RI digambarkan justru memilih menjadi jembatan. 

Kata dia, bukan memilih sisi, tapi membentuk jalur baru yang inklusif dan multipolar. 

“Kita bukan musuh dolar, tapi juga bukan budak dolar. Kita membuka diri pada RMB bukan untuk tunduk pada Beijing,” sebut Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas itu.

Langkah ini dinilai mendukung visi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang ingin perkuat ketahanan eksternal. Lalu, program Prabowo mengamankan pembiayaan jangka panjang, dan membangun sistem keuangan nasional yang lebih adaptif terhadap perubahan global.

“Jika dikelola dengan tepat, pertemuan ini bisa menjadi langkah awal menuju sistem keuangan nasional yang lebih stabil, lebih berdaulat, dan lebih terhubung ke dunia tanpa kehilangan arah," ujarnya.

Dia menganalisa posisi PBoC bukan lagi sekadar pengatur inflasi domestik Tiongkok. Namun, sudah menjelma menjadi aktor utama dalam pengelolaan likuiditas global, hingga penentu jalur internasionalisasi yuan (RMB).

Fakhrul bilang kerja sama BI dan PBoC ini akan buka manfaat besar bagi pembangunan nasional RI. Salah satu manfaat besar yaitu RI berpeluang mengurangi ketergantungan pada instrumen pembiayaan jangka pendek seperti SRBI dan mulai membangun sistem pendalaman keuangan berbasis multicurrency. 

Dia menekankan hal itu selaras dengan visi pemerintah untuk perkuat ketahanan eksternal. Lalu, mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8%.

“Hal ini juga menandai perubahan diplomasi kita bersama Tiongkok, dari diplomasi beton ke diplomasi modal," ujarnya.

Fakhrul mengatakan kerja sama RI dan China selama ini lekat dengan pembangunan fisik; jalan tol, pelabuhan, kereta cepat. 

"Tapi dengan pertemuan ini, arah kerja sama naik kelas, menuju diplomasi modal,” kata Fakhrul.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya