Persidangan Hasto, Ahli Sebut Suap Tetap Terjadi Meski Penyelenggara Negara Tak Penuhi Keinginan Penyuap

Sidang Lanjutan Hasto Kristiyanto di Kasus Korupsi dan Suap
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar dalam persidangan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

PDIP Sebut Hasto Sedang Sibuk Menulis Buku, Jabatan Sekjen Hak Prerogatif Megawati

Pada keterangannya, Fatahillah menyebut praktik suap sudah dinyatakan terjadi, ketika sudah ada penyelenggara negara yang menerima.

Lantas, jika penyelenggara negara justru tidak memenuhi keinginan pihak pemberi suap, hal itu tidak menggagalkan praktik suapnya. Sebab, sudah ada uang, hadiah, atau janji yang diterima, maka unsur suap sudah terpenuhi.

KPK Mulai Buru Lagi Harun Masiku, Klaim Dapat Informasi soal Keberadaannya

Jaksa dari KPK mulanya mencecar ahli terkait dengan teori hukum jika ada pemberi suap yang melakukan praktik jahatnya secara langsung ataupun melalui perantara.

“Terkait dengan unsur memberi, memberi atau menjanjikan sesuatu pada pegawai negeri atau penyelenggara negara, apakah secara teori hukum pidana pemberian yang dilakukan oleh pelaku suap itu bisa dilakukan secara langsung atau juga bisa dilakukan melalui perantara?" tanya jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 5 Juni 2025.

KPK Masih Hutang 5 DPO, Ada Harun Masiku hingga Paulus Tannos

“Kalau dalam konteks itu, kita akan berbicara tentang penyertaan ya. Di dalam setiap unsur delik itu pasti bisa dikaitkan dengan penyertaan. Misalkan secara sederhana kita ambil pasal 55 ayat 1 kesatu berkaitan dengan turut serta melakukan, dalam konteks ini actus reus tadi dilakukan oleh beberapa orang dengan beberapa cara agar tersampaikannya hal tersebut pemberian tadi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Jadi itu dimungkinkan saja,” jawab Fatahillah.

Kemudian, jaksa menanyakan kepada Fatahillah menyoal tindak pidana suap bisa dinyatakan selesai. Hal itu menjadi bagian penegasan dari jaksa. 

“Kemudian tadi kan ahli mengatakan bahwa pasal 5 ayat 1 huruf a ini adalah ada unsur dengan maksud, jadi kesengajaan sebagai maksud gitu. Jadi perbuatan itu dilakukan dengan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu gitu ya. Pertanyaan saya adalah kapan tindak pidana suap ini dikatakan vlootoid gitu, selesai? Apakah ketika si penyelenggara negara memberi sesuatu, sudah diterima, apakah unsur dengan maksud untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya ini harus dilaksanakan oleh si penerima suap, si penyelenggara negara sesuai dengan maksud yang diinginkan oleh si pemberi suap?” tanya jaksa.

“Kita bisa melihat dari actus reus tadi, jadi pemberian atau perjanjian tadi, tetapi kapan dia dapat memenuhi unsur, tetap harus dibuktikan ketika pemberian sudah terjadi, dibuktikan lebih lanjut apakah terdapat maksud sebagaimana di dalam unsur tadi. Tidak perlu terbukti apakah terlaksana atau tidak,” ucap Fatahillah

“Tidak perlu ya? Yang penting apa yg diinginkan oleh si pemberi dipahami oleh si penerima, kan gt. Apakah dia sudah melakukan atau tidak melakukan, itu tidak urgensi di proses pembuktian pasal 5 ayat 1?” lanjut jaksa.

“Ya tidak perlu dibuktikan lebih lanjut,” beber Fatahillah.

Diketahui, bahwa konteks perkara ini, menyoal adanya pemerian suap untuk mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan. 

Praktik suapnya, bertujuan agar caleg PDIP Harun Masiku bisa menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia sebagai calon anggota legislatif terpilih di daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I pada Pileg 2019.

Namun, KPU RI tidak menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif terpilih karena dianggap tidak memenuhi syarat dan menetapkan Riezky Aprillia sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas.

Meski begitu, Wahyu Setiawan sudah dinyatakan terbukti menerima uang suap melalui Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.  

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.  

Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.  

Tak hanya ponsel milik Harun, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya