Majelis Masyayikh Ungkap Pentingnya Penerapan Mutu Tinggi dan Reproduksi Ulama yang Berkualitas

Ketua Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghaffar Rozin
Sumber :
  • Istimewa

Tangerang, VIVA – Majelis Masyayikh menegaskan pentingnya penerapan standar mutu tinggi dalam penyusunan jenjang lanjutan pendidikan tinggi pesantren yakni Ma’had Aly, yaitu Pascasarjana (Marhalah Tsaniyah) dan Doktoral (Marhalah Tsalitsah).

DPR Soroti Ketimpangan Penyaluran Dana Pendidikan: 30% Sekolah Alami Keterlambatan Dana BOS

Hal ini disampaikan dalam forum Halaqah Review Draf 1 Standar Mutu Marhalah Tsaniyah dan Tsalisah yang digelar di Tangerang pada 2-5 Juni oleh Kementerian Agama RI. 

Forum ini bertujuan untuk mengulas standar mutu yang saat ini tengah disusun dan nantinya akan menjadi acuan dalam pelaksanaan penjaminan mutu, baik internal maupun eksternal. Karena itu, forum ini selain dihadiri oleh Kementerian Agama dan Majelis Masyayikh, juga pengasuh pesantren, serta akademisi dan praktisi pendidikan pesantren.

Darul Amanah FC Bertanding di Laga Youth Tournament, Kiai Fatwa: Ini Syiar Pesantren di Bidang Olahraga Sepakbola

Harapannya agar dokumen ini tidak hanya menjadi acuan penyelenggaraan pendidikan tinggi Ma’had Aly yang tidak hanya sahih secara teknis, tetapi juga kuat dalam hal visi keulamaan.

Kegiatan ini juga dimaksudkan untuk menilai aspek keterbacaan dan relevansi standar dalam operasional pendidikan Ma’had Aly, mengevaluasi keseimbangan antara pendekatan berbasis kepatuhan (compliance-based) dan berbasis kinerja (performance-based), serta merumuskan rekomendasi substansial dalam revisi dokumen.

Strategi Pengembangan Pesantren sebagai Penggerak Peradaban Dunia Islam

Ketua Majelis Masyayikh, KH. Abdul Ghaffar Rozin, menegaskan bahwa penyusunan standar ini harus menghindari pendekatan instan yang dapat mengorbankan kedalaman substansi. 

“Ma’had Aly adalah lembaga reproduksi ulama. Kita ingin melahirkan insan yang faqih, yang selesai dengan dirinya sendiri, dan mampu menavigasi maslahat umat. Itu bukan hal yang mudah, dan tidak boleh dimudahkan,” tegasnya.

Gus Rozin menjelaskan bahwa standar mutu M2 dan M3 tidak boleh dirancang secara sembarangan atau terlalu permisif. Sebaliknya, ia mengingatkan pentingnya mengadopsi benchmarking dengan lembaga keulamaan internasional seperti di Iran dan Maroko. 

“Kita sedang membangun lembaga reproduksi ulama yang ideal yang mutafaqqih fiddin dan faqih fi masalihil khalqi. Standar ini harus mencerminkan kualitas dan karakter ulama yang ingin kita lahirkan,” imbuhnya.

Senada dengan hal tersebut, KH. Muhyiddin Khotib, Sekretaris Majelis Masyayikh, menambahkan bahwa forum ini menjadi ruang penting untuk menata gradasi antarjenjang secara sistematis. 

“Fokus kita adalah memastikan bahwa M2 dan M3 bukan hanya berbeda secara administratif, tapi juga secara karakteristik akademik. M2 merupakan tahap takwir (penguatan), sedangkan M3 menjadi fase ibda’ (inovasi). Ini penting untuk menjamin kesinambungan dan keutuhan proses kaderisasi ulama,” ujarnya.

Sementara itu, Mahrus, Kasubdit Pendidikan Ma’had Aly, mengungkapkan bahwa standar ini akan berdampak luas, termasuk pada penguatan posisi Ma’had Aly di tingkat nasional dan internasional. 

“Mulai tahun ini, Insya Allah Ma’had Aly mendapat dukungan riset dari LPDP. Ini adalah kesempatan emas agar pesantren tampil sebagai institusi riset yang unggul dan khas dalam tradisi Islam,” pungkasnya.

Melchias Markus Mekeng

Legislator Minta Sri Mulyani Pangkas Dana Pendidikan Kedinasan Rp 104,5 Triliun: Hanya Dinikmati 13 Ribu Orang

Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng mendesak pemerintah memangkas dana untuk pendidikan kedinasan.

img_title
VIVA.co.id
5 Juli 2025