Isu Kapal JKW Mahakam di Raja Ampat Hoaks, Ini Kata Pakar Ilmu Komunikasi
- Dok. Istimewa
Jakarta, VIVA – Isu hoaks kembali bikin gaduh dunia maya. Kali ini, yang jadi sasaran adalah sektor maritim. Sebuah narasi menyesatkan soal kapal JKW Mahakam dan tongkang Dewi Iriana viral di media sosial. Keduanya diklaim milik mantan Presiden Joko Widodo dan istrinya, serta disebut mengangkut nikel dari Raja Ampat.
Narasi itu langsung dibantah oleh pemerintah. Kementerian Komunikasi dan Digital lewat situs resminya, Komdigi.go.id, menyatakan informasi tersebut murni hoaks.
“Dalam kasus ini, karena isunya murni hoaks, maka saya perlu angkat bicara,” ujar Algooth Putranto, Koordinator Riset Satgas Anti Hoaks PWI Pusat, dikutip Sabtu, 14 Juni 2025.
Ilustrasi Ekspor-Impor
- VIVA/M Ali Wafa
Algooth yang juga Dosen Komunikasi Universitas Dian Nusantara menyebut, hoaks seperti ini bukan cuma bikin gaduh, tapi juga bisa menghambat investasi, apalagi di sektor strategis seperti maritim yang kini jadi andalan pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Ini bahaya banget, apalagi maritim itu salah satu motor pertumbuhan ekonomi nasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Algooth menjelaskan bahwa nama kapal JKW Mahakam dan tongkang Dewi Iriana bukan milik Jokowi maupun Iriana. Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai media. Bahkan, pelacakan lewat situs Vesselfinder.com membuktikan bahwa kapal tersebut tidak berada di Raja Ampat, melainkan di Kalimantan.
“Isu ini hoaksnya berlapis-lapis. Untungnya Kementerian Kominfo sudah mengklarifikasi secara resmi,” katanya.
Jokowi pun ikut angkat bicara soal kabar miring tersebut. Dalam sebuah kesempatan di Solo, mantan presiden itu santai menanggapi: “Banyak kok tulisan (Jokowi) di truk, biasa aja. Tapi jangan diplintir jadi milik saya.”
Tak hanya itu, salah satu Pemimpin Redaksi media nasional, Faisal Rachman, juga membagikan pengalamannya. Ia menyebut, hoaks bisa berdampak nyata terhadap iklim bisnis.
“Pernah ada investor dari Tiongkok batal investasi setelah menemukan hoaks saat riset daring,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ), Windarto, menyoroti pentingnya peran media. Ia menegaskan bahwa media harus tetap menjalankan fungsi verifikasi informasi.
“Ada media yang cuma kejar klik, tanpa cek fakta. Tapi ada juga yang patut diapresiasi seperti Kompas dan Bisnis Indonesia yang menyajikan klarifikasi dan data,” ujarnya.
Ilustrasi/kabar hoax.
- PeopleOnline
Diskusi ini menyimpulkan bahwa hoaks adalah musuh bersama. Untuk memeranginya, perlu kerja sama semua pihak: akademisi, jurnalis, pemerintah, dan masyarakat. Algooth pun menegaskan, “Langkah klarifikasi dari pemilik kapal, Komdigi, dan Presiden Jokowi sudah tepat. Sekarang giliran publik yang harus lebih cerdas menyaring informasi.” Ujarnya
