Pengurus Baru, ILDES: APHTN-HAN Harus Jadi Motor Pembangunan Hukum di bidang Tata Negara
- istimewa
Jakarta, VIVA – Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES), Juhaidy Rizaldy Roringkon, menyatakan optimisme terhadap kepengurusan baru Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Periode 2025-2030 yang baru saja dilantik Sabtu kemarin, 14 Juni 2025.
Ia menyebut komposisi kepengurusan yang diisi oleh perpaduan antara akademisi dan praktisi, mulai dari Hakim Mahkamah Konstitusi hingga eks-Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, membuka peluang besar untuk melahirkan terobosan gagasan sistem ketatanegaraan di masa mendatang.
Susunan intinya, Ketua Umum Pengurus Pusat APHTN-HAN Prof M. Guntur Hamzah dari Universitas Hasanuddin sekaligus Hakim Mahkamah Konstitusi, Prof Bayu Dwi Anggono dari Universitas Jember sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, dan Bendahara Umum Dr Radian Syam dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM sebelumnya ia sebagai Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 kemarin.
“ILDES melihat kepengurusan baru APHTN-HAN sangat strategis. Ini bukan sekadar susunan nama, tapi merupakan konfigurasi keilmuan dan pengalaman yang lengkap dari ruang kelas hingga ruang sidang, dari kajian akademik hingga pengalaman langsung dalam dinamika politik dan kenegaraan,” ujar Juhaidy dalam keterangannya, Senin, 16 Juni 2025.
Menurutnya, Indonesia tengah menghadapi kompleksitas persoalan dalam sistem ketatanegaraan yang kian menumpuk. Di antaranya adalah lemahnya sistem checks and balances antar lembaga negara, tumpang tindih kewenangan, absennya arah pembaruan kelembagaan, serta kecenderungan pragmatisme dalam pengambilan kebijakan ketatanegaraan. Belum lagi perdebatan soal penguatan lembaga independen, problem pengangkatan pejabat publik, hingga polemik mengenai amandemen konstitusi yang kerap muncul tanpa narasi akademik yang utuh.
Dalam konteks tersebut, ILDES menilai APHTN-HAN tidak bisa hanya menjadi wadah profesi. Dengan kepengurusan yang dihuni tokoh-tokoh penting dari berbagai latar belakang keilmuan dan pengalaman birokrasi serta politik, asosiasi ini memiliki tanggung jawab moral dan keilmuan untuk menjadi motor utama dalam pembaruan ketatanegaraan.
ILDES juga menekankan bahwa ke depan, tantangan ketatanegaraan tidak lagi bersifat sektoral, tapi multidimensional. Persoalan hukum tata negara kini juga bersinggungan dengan dinamika teknologi, tata kelola digital, kebijakan lingkungan, serta transformasi sosial pasca-pandemi dan pemilu.
“Kehadiran APHTN-HAN harus melampaui ruang akademik. Asosiasi ini harus mampu membangun ekosistem gagasan yang progresif dan mengakar, terlibat aktif dalam perumusan kebijakan publik, memberi arah dalam perdebatan konstitusi, hingga menjadi rujukan etik dan intelektual bagi penyelenggara negara,” kata Juhaidy.
Lebih jauh, ILDES mendorong agar kepengurusan baru APHTN-HAN menjadikan momentum ini untuk memperkuat sinergi dengan masyarakat sipil, lembaga negara, dan komunitas akademik lintas disiplin. Tujuannya bukan sekadar mengembangkan keilmuan HTN dan HAN, tetapi juga menciptakan arus pembaruan sistem hukum dan pemerintahan yang inklusif, demokratis, dan berorientasi jangka panjang.
“ILDES akan terus mendukung upaya APHTN-HAN dalam menciptakan tata negara yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga adil secara substansi. Harapannya, APHTN-HAN bisa menjadi jangkar stabilitas konstitusi dan pusat inovasi gagasan hukum yang membumi serta menjawab kebutuhan zaman,” imbuhnya.
