Denny JA Lahirkan Genre Lukisan Imajinasi Nusantara
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Panasnya perang Israel dan Iran serta gempuran udara Amerika Serikat ke wilayah Iran membuat luka kemanusiaan yang terus menganga di Jalur Gaza. Dunia seperti mendekati titik kulminasi sejarah kelam abad ini.
Namun di tengah gejolak itu, satu narasi tanding ditawarkan bukan lewat senjata, melainkan lewat karya seni. Denny JA, sastrawan, pelukis, dan pemikir publik Indonesia, merespons tragedi global ini dengan melahirkan serial lukisan perdamaian yang diberi tema The Deal of Century.
“Lukisan ini sekaligus doa agar imajinasi perdamaian tercipta," kata Denny kepada wartawan, Senin 23 Juni 2025.
Bukan sekadar lukisan. Denny menawarkan sebuah genre baru yang digagasnya sendiri yakni Imajinasi Nusantara.
Empat tokoh dunia hadir dalam kanvas yakni Donald Trump (AS), Benyamin Netanyahu (Israel), Ayatollah Ali Khamenei (Iran), dan Mahmoud Abbas (Palestina). Lukisan ini mengusung tema The Deal of Century.
Mereka berdiri dengan ekspresi khas, mengenakan batik Nusantara yang memesona. Di belakang mereka merpati membawa ranting zaitun, jet tempur yang berhenti di langit, bola dunia, mikrofon perdamaian.
Sebuah kesepakatan perdamaian global digambarkan secara simbolik. Dua negara merdeka berdampingan Israel dan Palestina yang saling menghormati.Â
Dalam narasi imajiner itu, keempat tokoh menandatangani perjanjian bersejarah dan dianugerahi Nobel Perdamaian. Dunia pun bernafas lega.
Namun Denny JA tak berhenti hanya pada pesan damai. Ia memperkenalkan sesuatu yang lebih besar yakni genre lukisan baru yang disebutnya sebagai Imajinasi Nusantara.
Apa Itu Genre Imajinasi Nusantara?
Jika dalam sastra Denny JA dikenal sebagai pencetus puisi esai, maka dalam seni rupa ia kini memperkenalkan genre Imajinasi Nusantara, sebuah pendekatan lukisan yang belum pernah ada sebelumnya.
Genre ini lahir dari tiga elemen utama yakni pertama, batik sebagai representasi budaya Nusantara, dikenakan para tokoh dengan corak mencolok dan sangat detail.
"Batik bukan sekadar dekorasi, tapi menjadi simbol identitas, harmoni, dan spiritualitas lokal," kata Denny.
Kedua, figur manusia yang dilukis secara realistis dan proporsional, dengan wajah yang kuat secara ekspresif, tubuh yang utuh secara anatomis, dan emosi yang disampaikan secara lembut namun dalam.