Curhat Sri Mulyani soal Lukisannya yang Kena Jarah: Sangat Pribadi dan Menyimpan Kenangan

Jalan komplek kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro
Sumber :
  • ANTARA/Jafar Sidik

Jakarta, VIVA – Penjarahan yang terjadi di rumah pribadi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kawasan Bintaro, Jakarta, pada akhir pekan lalu, menorehkan luka yang mendalam. Apalagi, barang-barang yang dijarah memiliki nilai sejarah tersendiri bagi Sri dan keluarga.

9 Orang Jadi Tersangka Buat Molotov dan Bakar Gedung Grahadi di Surabaya, Ada Anak-anak

Sri Mulyani pun mengungkapkan curahan hatinya di akun Instagram pribadinya @smindrawati, bahkan di menampilkan foto salah satu penjarah yang sedang membawa sebuah lukisan dari rumahnya saat penjaraan tersebut terjadi pada Minggu dini hari, 31 Agustus 2025.

Laki-laki berjaket merah memakai helm hitam tampak memanggul Lukisan cat minyak Bunga di atas kanvas ukuran cukup besar. Dia membawa jarahannya dengan tenang, percaya diri keluar dari rumah pribadi saya yang menjadi target operasi jarahan hari minggu akhir Agustus 2025 dini hari,” tulis Sri Mulyani dikutip Rabu, 3 September 2025.

Ibu-ibu Jarah AC Rumahnya, Uya Kuya Ajukan Restorative Justice

Dia mengungkapkan, lukisan bunga tersebut bukan sekadar lembaran kertas bernilai ekonomi. Tapi, setiap gores cat yang ada di kanvas lukisan itu dilakukan sendiri olehnya. Bankan dinilai menjadi hasil dan simbol perenungan serta kontemplasi diri yang dilakukan.

Suasana rumah yang disebut warga sekitar sebagai kediaman Menkeu Sri Mulyani

Photo :
  • ANTARA/Jafar Sidik
Penjarah Rumah Sri Mulyani Ditangkap, Polisi Dalami Dalang Dibaliknya

Seperti rumah tempat anak-anak saya tumbuh dan bermain, sangat pribadi dan menyimpan kenangan tak ternilai harganya. Lukisan Bunga itu telah raib lenyap seperti lenyapnya rasa aman, rasa kepastian hukum dan rasa perikemanusiaan yang adil dan beradab di bumi Indonesia,” tegasnya.

Dia mengungkapkan, bagi penjarah, rumah dan barang-barang tersebut hanyalah sekedar target operasi. Para penjarah seperti berpesta. “Bahkan diwawancara reporter media: “dapat barang apa mas?” - dijawab ringan, dengan nada sedikit bangga tanpa rasa bersalah : “ lukisan”. Liputan penjarahan dimuat di media sosial dan diviralkan secara sensasional. Menimbulkan histeria intimidatif yang kejam. Hilang hukum, hilang akal sehat dan hilang peradaban dan kepantasan, runtuh rasa perikemanusiaan. Tak peduli rasa luka yang tergores dan harga diri yang dikoyak yang ditinggalkan. Absurd…!” kata Sri.

Terlepas dari luka penjarahan rumahnya, Sri pun mengungkapkan duka yang lebih mendalam karena adanya korban jiwa dari aksi demonstrasi masyarakat pada akhir pekan lalu. Tragedi itu sangat disayangkan karena tidak ada yang menjadi pemenang dalam kerusuhan yang terjadi.

“Minggu kelabu akhir Agustus itu, ada korban yang jauh lebih berharga dibanding sekedar lukisan saya, yaitu korban jiwa manusia yang melayang yang tak akan tergantikan. Affan Kurniawan, Muhammad Akbar Basri, Sarinawati, Syaiful Akbar, Rheza Sendy Pratama, Rusdamdiansyah, Sumari. Menimbulkan duka pedih yang mendalam bagi keluarga. Tragedi kelam Indonesia,” ungkapnya.

“Dalam kerusuhan tidak pernah ada pemenang. Yang ada adalah hilangnya akal sehat, rusaknya harapan, runtuhnya fondasi berbangsa dan bernegara kita, negara hukum yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab,” ujarnya.

“Indonesia adalah rumah kita bersama. Jangan biarkan dan jangan menyerah pada kekuatan yang merusak itu. Jaga dan terus perbaiki Indonesia bersama, tanpa lelah, tanpa amarah dan tanpa keluh kesah serta tanpa putus asa,” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya