PP 27/2025 Resmi Terbit, Mangrove Kini Jadi Garda Terdepan Mitigasi Iklim

Ilustrasi mangrove
Sumber :
  • Pixabay

Jakarta, VIVA - Indonesia kembali menunjukkan taringnya dalam kancah perlindungan lingkungan global. Lewat terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM), negara ini tak hanya menaruh perhatian pada konservasi semata, tapi juga menjadikan hutan mangrove sebagai senjata strategis untuk melawan perubahan iklim.

Tak Bisa Sembarangan, RI Kini Punya Aturan Baru Jaga Mangrove dan Cegah Krisis Iklim

Mengapa penting? Indonesia punya 'harta karun' berupa hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3,3 juta hektar. Dan kini, keberadaan mangrove itu punya payung hukum jelas untuk dimaksimalkan sebagai sumber karbon biru yakni karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan rawa pasang surut.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, menjelaskan bahwa mangrove adalah penyerap karbon yang sangat efisien. “Karbon biru ini tersimpan di tumbuhan dan sedimen di bawahnya. Mangrove bisa menyimpan karbon dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan hutan daratan,” katanya.

Krisis Iklim Kian Nyata, Pemerintah Terbitkan PP 26/2025 untuk Selamatkan Lingkungan

Ilustrasi mangrove.

Photo :
  • VIVA.co.id/Yasir (Makasar)

Bukan omong kosong. Angka-angka membuktikan. Rata-rata, hutan mangrove di Indonesia mampu menyerap sekitar 52,85 ton CO₂/hektar/tahun, dua kali lipat dari angka global yang hanya 26,42 ton CO₂. Bila dikalikan dengan luas lahan, maka potensi serap karbonnya bisa mencapai 170,18 juta ton CO₂ per tahun. Angka yang fantastis!

Dihantui Ketidakpastian Ekonomi Global, Industri Keuangan RI Berisiko Alami Ini Semester II-2025

“Bayangkan, setiap 1 hektar mangrove bisa menyerap emisi yang setara dengan 59 sepeda motor dalam setahun, atau sama dengan pembakaran 1,6 juta batang rokok per hari,” ujar Prof. Denny. Artinya, mangrove bukan hanya soal akar dan lumpur, tapi juga tentang napas masa depan.

Namun, ada alarm yang harus diwaspadai. Mangrove bisa menjadi 'penyerap', tapi juga 'penyumbang' karbon bila rusak. Ketika ditebang atau dikeringkan, karbon yang tersimpan bisa lepas kembali ke udara. 'Kalau rusak, maka justru mempercepat krisis iklim,' tegas Prof. Denny.

PP 27/2025 pun hadir bukan sekadar peraturan, tapi sebagai kompas. Regulasi ini dengan tegas memasukkan aktivitas penyimpanan dan penyerapan karbon sebagai bentuk pemanfaatan dalam fungsi lindung. Hal ini membuka pintu bagi skema ekonomi karbon, termasuk insentif bagi masyarakat yang menjaga dan merestorasi mangrove.

Tak hanya itu, pendekatan ilmiah juga diusung dari ekosistem based approach, adaptasi berbasis ekosistem, hingga solusi alami (nature-based solutions). Dengan begitu, PP ini menjadi tonggak baru bagi Indonesia untuk tidak hanya menjaga biodiversitas dan ketahanan pesisir, tetapi juga mengambil peran nyata dalam menekan emisi karbon secara global.

Langkah berani ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak sekadar bicara, tapi bertindak. Mengoptimalkan kekayaan alam untuk masa depan yang lebih hijau, lestari, dan berdampak nyata bagi bumi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya