Krisis Iklim Kian Nyata, Pemerintah Terbitkan PP 26/2025 untuk Selamatkan Lingkungan
- Ms Glow.
Jakarta, VIVA - Pemerintah resmi mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2025 tentang Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (P3LH) pada 5 Juni 2025. Aturan ini digadang-gadang menjadi tonggak penting dalam perjalanan Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan.
Deputi Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Sigit Reliantoro, menegaskan bahwa PP P3LH dirancang sebagai instrumen strategis untuk menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks.
“Kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia. PP ini menjadi kerangka perencanaan yang menyeluruh di tingkat nasional hingga daerah,” kata Sigit dalam keterangannya, Rabu, 23 Juli 2025.
Menanam mangrove.
- Ist.
Beleid ini merupakan turunan langsung dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sigit menyebut PP 26/2025 tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga responsif terhadap tantangan nyata seperti krisis iklim, pencemaran, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Kami menyusun PP ini dengan pendekatan filosofis dan sosiologis. Ini adalah jawaban atas krisis planetari yang makin nyata: dari pemanasan global, pencemaran plastik, hingga deforestasi,” jelasnya.
Dia menjelaskan bahwa terbitnya PP ini dibangun atas empat tahapan utama yang saling terintegrasi. Pertama Inventarisasi Lingkungan Hidup Komprehensif.
“Proses ini mencakup pengumpulan data spasial dan non-spasial secara sistematis, analisis, serta dokumentasi kondisi lingkungan secara menyeluruh. Informasi ini menjadi dasar untuk memahami status terkini ruang hidup dan sumber daya alam di Indonesia,” ujarnya.
Kedua yakni Penetapan Wilayah Ekoregion, di mana Pemerintah akan membagi wilayah Indonesia berdasarkan kesamaan karakter ekologis seperti iklim, tanah, air, flora, fauna, serta interaksi manusia dengan lingkungannya. “Ekoregion akan jadi basis tata kelola yang lebih relevan dengan kondisi setempat,” ujar Sigit.
Yang ketiga, yaitu Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH). Ini adalah mekanisme penilaian seberapa jauh kapasitas lingkungan mampu menampung aktivitas manusia dan menyerap limbah “D3TLH akan jadi indikator utama dalam mengevaluasi apakah suatu wilayah sudah melampaui kapasitas ekologisnya,” terang Sigit.
Keempat yaitu Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). RPPLH wajib disusun di setiap level pemerintahan, mulai dari nasional hingga kabupaten/kota. Rencana ini mempertimbangkan potensi alam, keragaman ekologi, aspirasi masyarakat, serta dampak perubahan iklim.
“RPPLH menjadi jembatan penting antara rencana lingkungan dan kebijakan pembangunan. Ini akan jadi acuan wajib dalam penyusunan RPJP, RPJM, dan berbagai kebijakan sektoral lainnya,” tegasnya.
Dengan disahkannya PP ini, Sigit berharap pembangunan di Indonesia akan semakin berpihak pada keberlanjutan.
“Kita ingin pembangunan yang tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tapi juga menjaga daya dukung alam. Ini tentang warisan untuk anak cucu kita,” pungkasnya.
PP 26 Tahun 2025 menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius membenahi fondasi perencanaan pembangunan agar lebih berpijak pada data lingkungan dan kapasitas bumi.