Rupiah Dibuka Menguat, Pemerintah Didorong Buat Kebijakan Redam Dampak Fluktuasi
- istockphoto.com
Jakarta, VIVA – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diprediksi masih akan dibuka berfluktuatif, namun ditutup melemah pada perdagangan hari ini.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau Jisdor, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada di level Rp 16.307 per Selasa, 22 Juli 2025. Posisi rupiah itu tercatat menguat 23 poin dari kurs sebelumnya, yang berada di level Rp 16.330 pada perdagangan per Senin, 21 Juli 2025.
Sementara itu, perdagangan di pasar spot pada Rabu, 23 Juli 2025 hingga pukul 09.10 WIB, rupiah ditransaksikan di level Rp 16.278 per dolar AS. Posisi itu menguat 42 poin atau 0,26 persen, dari posisi sebelumnya di level Rp 16.320 per dollar AS.
Ilustrasi uang rupiah
- vstory
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim mengatakan, kondisi perekonomian global tahun 2026 masih sulit ditebak, melihat gambaran pertumbuhan ekonomi 2026 yang sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dan internal. Karena itu, Bank Indonesia cenderung lebih hati-hati membuat perkiraan pertumbuhan ekonomi 2026 pada kisaran 4,70-5,50 persen.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (foto ilustrasi)
- VIVA/M Ali Wafa
"Perlambatan ekonomi dunia, khususnya di negara mitra dagang utama seperti AS dan China, berdampak pada kinerja ekspor nasional," ujar Ibrahim.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan mengambil langkah kebijakan yang bersifat counter cyclical untuk meredam dampak fluktuasi ekonomi. Kemudian untuk mendorong belanja pemerintah lebih produktif dan memberikan stimulus yang tepat sasaran baik bagi kalangan miskin dan rentan, terutama untuk kelas menengah.
Langkah kebijakan memberikan stimulus fiskal juga dilakukan pemerintah untuk sektor transportasi, bantuan sosial, subsidi upah, insentif jalan tol, dan tambahan bantuan pangan beras. Instentif sektor transportasi dan tarif tol menyasar kelompok kelas menengah, sehingga mobilitasnya lebih tinggi pada masa libur sekolah.Â
Sedangkan bantuan sosial, subsidi upah, dan bantuan pangan, lebih terfokus pada kelompok rentan dan miskin sehingga bisa bertahan di tengah pelemahan ekonomi nasional. Begitu pula dari sisi moneter, kebijakan yang bersifat ekspansif juga sudah dilakukan pemerintah melalui relaksasi suku bunga acuan alias BI rate.
Mata uang Dolar AS
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Kebijakan ini dilakukan untuk menurunkan suku bunga kredit, yang pada gilirannya diharapkan meningkatkan permintaan kredit baik untuk investasi maupun konsumsi.Â
Kebijakan moneter ekspansif BI sejalan dengan kecenderungan inflasi yang cukup rendah. Pemerintah dan BI harus menyadari bahwa untuk saat ini, countercyclical policy fiskal dan moneter belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun lebih cenderung untuk menahan laju perlambatan ekonomi nasional, sehingga pertumbuhan tetap terjaga pada kisaran 5,0 persen.
"Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.310 - Rp 16.360," ujarnya.