DPR Usul Beri Insentif Guru Berkualitas agar Mau Mengajar di Daerah Tertinggal

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Golkar, Muhamad Nur Purnamasidi
Sumber :
  • Dok. Istimewa

Jakarta, VIVA – Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Golkar, Muhamad Nur Purnamasidi mengusulkan guru berkualitas diberi insentif khusus agar mau mengajar di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T). Ia menilai seluruh daerah harus mendapatkan kualitas pendidikan yang sama rata.

Kemenag Luncurkan Kurikulum Berbasis Cinta, Ini Maknanya

Upaya ini juga dinilai menjadi langkah konkret dalam mengatasi ketimpangan pendidikan antarwilayah di Indonesia.

"Kesejahteraan guru, khususnya di wilayah 3T dan marginal, masih menjadi pekerjaan rumah. Diperlukan insentif khusus, tunjangan lebih tinggi, jaminan keamanan, tempat tinggal, hingga akses layanan kesehatan agar guru berkualitas mau mengabdi di sana,” kata Purnamasidi dalam keterangannya, Jumat, 25 Juli 2025.

Tutup Sidang Paripurna, Puan Tegaskan RAPBN Harus Efisien dan Orientasi Hasil

Ilustrasi siswa sekolah dasa (SD).

Photo :
  • Antara

Ia menyatakan bahwa keberadaan Panja pendidikan untuk Daerah 3T dan Marginal memiliki tujuan strategis, antara lain mengidentifikasi berbagai permasalahan pendidikan, merumuskan kebijakan yang efektif, serta memastikan implementasi program-program pemerintah di bidang pendidikan berjalan optimal di wilayah tersebut.

Golkar Minta Pemerintah Tegas Pindahkan Ibu Kota Segera atau Kaji Ulang IKN

“Panja ini dibentuk sebagai wujud komitmen DPR untuk memastikan pendidikan yang merata dan berkualitas dapat dirasakan oleh seluruh anak bangsa, termasuk yang berada di daerah paling terpencil,” ujar Purnamasidi.

Purnamasidi juga menyoroti bahwa disparitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih menjadi tantangan besar. Data menunjukkan, dalam periode 2020–2023, IPM tertinggi dicatat DKI Jakarta sebesar 84,15, sementara provinsi Papua Pegunungan berada di posisi terendah dengan IPM 54,43.

Ketimpangan ini, kata dia, mencerminkan masih jauhnya pemerataan pembangunan manusia, khususnya dalam hal pendidikan.

Salah satu tantangan utama di daerah 3T dan marginal, menurut Purnamasidi, adalah ketimpangan tenaga kependidikan. 

Ilustrasi sekolah.

Photo :
  • VIVA/ Andrew Tito

Ia menyebut persoalan guru sebagai masalah multidimensi, bukan hanya soal jumlah yang terbatas, tetapi juga menyangkut kualitas, distribusi yang tidak merata, hingga kesejahteraan yang belum memadai.

Ia juga menyinggung perlunya reformasi kebijakan anggaran pendidikan, mengingat ketimpangan di wilayah 3T bersifat struktural dan multidimensional. Purnamasidi mendorong adanya penataan ulang distribusi mandatory spending pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD agar lebih tepat sasaran.

“Selain mandatory spending anggaran pendidikan 20 persen, diperlukan alokasi anggaran afirmatif dan berkelanjutan untuk benar-benar memutus mata rantai ketertinggalan pendidikan di daerah 3T dan marginal,” ungkapnya.

Ilustrasi siswa di sekolah

Photo :
  • ANTARA

Lebih lanjut, Purnamasidi menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, termasuk aktor non-pemerintah. Ia menilai bahwa komitmen politik yang kuat dan terkoordinasi sangat dibutuhkan untuk menciptakan kebijakan pendidikan yang afirmatif, inklusif, serta mampu menjawab kebutuhan lokal.

“Pendidikan di wilayah 3T dan marginal bukan hanya soal infrastruktur dan guru, tetapi juga harus disertai kurikulum yang adaptif terhadap realitas lokal masyarakat setempat,” pungkasnya.

Dengan berbagai rekomendasi dan dorongan dari Panja Komisi X DPR RI diharapkan pembangunan pendidikan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar dapat berlangsung secara merata dan berkeadilan, sesuai cita-cita UUD NRI Tahun 1945.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya