Dana Pasca Tambang Rp168 M di Bintan Diduga Raib, Aktivis Minta Prabowo Turun Tangan
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Jakarta, VIVA – Sejumlah aktivis dari Kepulauan Riau kembali mendatangi Kantor DPP Partai Gerindra di Ragunan, Jakarta Selatan pada Senin siang, 28 Juli 2025. Mereka menuntut penuntasan dugaan korupsi dana jaminan pascatambang (DJPL) senilai Rp168 miliar di Kabupaten Bintan yang hingga kini disebut belum tersentuh hukum.
Ketua BAPAN DPD Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung mengatakan, kasus ini telah dilaporkan berkali-kali namun tak kunjung ada tindakan nyata.
Nama Gubernur Kepri Disorot
Iskandar menjelaskan bahwa dana DJPL seharusnya bisa diambil oleh pemerintah daerah dan perusahaan tambang sejak hasil supervisi KPK tahun 2018. Namun, kata dia, dana tersebut hingga kini raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
“Ansar Ahmad yang saat itu Bupati, sekarang menjabat Gubernur dua periode. Tapi dananya tidak jelas ke mana,” ujar Iskandar dalam keterangan tertulis, diterima VIVA Selasa, 29 Juli 2025.
Ia menyayangkan tidak adanya proses hukum terhadap Ansar Ahmad dan pejabat lain yang diduga terlibat, meskipun laporan sudah diserahkan lebih dari setahun lalu.
Iskandar juga menyinggung langsung Presiden Prabowo Subianto. Ia menagih janji kampanye Prabowo soal memburu koruptor hingga ke Antartika.
Ia menuntut Presiden turun tangan dan menginstruksikan Kejaksaan maupun Kepolisian untuk menyelidiki kasus ini secara serius. “Kalau perlu, intervensi Kejaksaan Agung,” tambahnya.
Investigasi Lapangan: Bekas Tambang Tak Direboisasi
Lebih lanjut, aktivis Niko Silalahi yang mengaku telah melakukan investigasi langsung ke Bintan mengatakan tidak ada upaya reboisasi di area bekas tambang seperti yang dijanjikan pemerintah daerah.
“Kami sudah ke sana. Nyata, tidak ada reboisasi. Bekas tambang dibiarkan begitu saja. Kalau negara diam, rakyat akan bergerak sendiri,” kata Niko.
Niko juga mendesak KPK agar tak tunduk pada tekanan politik dan segera mengusut kasus ini. Jika tidak, kata dia, rakyat bisa mengambil langkah sendiri.
“Kami tidak mau gerakan barbar. Tapi kalau negara diam, kami terpaksa. Ini bukan ancaman, tapi peringatan. Kami tidak akan berhenti sebelum keadilan ditegakkan,” tandasnya.