Penampakan Nadiem Makarim Pakai Rompi Pink Kejagung Jadi Tersangka Korupsi Chromebook
- tvOnenews/Rika Pangesti
Jakarta, VIVA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022.
Berdasar amatan tim tvonenews.com di Gedung Bundar Kejagung, Nadiem tampak mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Agung (Kejagung) berwarna merah muda pada Kamis sore, 4 september. Ia hendak dibawa ke Rutan Salemba cabang Kejagung untuk dilakukan penahanan.
Kepada awak media, pendiri Gojek itu menyampaikan pernyataan singkat sebelum digiring menuju mobil tahanan.
“Saya tidak melakukan apapun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar. Allah akan mengetahui kebenarannya. Bagi saya seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran nomor satu. Allah akan melindungi saya insyaallah,” kata Nadiem.
Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim ditahan Kejagung
- tvOnenews/Rika Pangesti
Kini, Nadiem yang dikenal irit bicara itu harus menjalani status baru sebagai tersangka korupsi dengan ancaman hukuman berat.
Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Meski status hukumnya kini resmi sebagai tersangka, Nadiem tetap menegaskan dirinya tidak bersalah. Ia mengaku hanya mengutamakan integritas dan kejujuran sepanjang hidupnya.
“Allah akan mengetahui kebenarannya,” ucapnya lirih sebelum masuk ke dalam mobil tahanan.
Untuk kepentingan penyidikan, Nadiem ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan. Kejagung menegaskan, penahanan dilakukan agar penyidikan berjalan efektif dan menghindari risiko penghilangan barang bukti.
Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim ditahan Kejagung
- tvOnenews/Rika Pangesti
Kronologi Kasus Chromebook
Kasus ini bermula dari program digitalisasi pendidikan yang digagas Kemendikbud sejak 2019. Saat itu, pemerintah mendorong penggunaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menunjang pembelajaran, termasuk rencana pengadaan Chromebook.
Namun, uji coba awal di tahun 2019 menunjukkan banyak kendala. Chromebook dinilai tidak kompatibel untuk digunakan di sekolah-sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang masih minim akses internet dan listrik. Menteri Pendidikan sebelumnya pun menolak melanjutkan kerja sama dengan Google.
Situasi berubah setelah Nadiem dilantik pada Oktober 2019. Pada Februari 2020, ia melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Pertemuan itu membahas program Google for Education dengan Chromebook sebagai perangkat utama.
Penyidik Kejagung menemukan bahwa beberapa kali pertemuan antara Nadiem dan Google Indonesia menghasilkan kesepakatan penggunaan Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) sebagai sistem operasi wajib dalam proyek pengadaan TIK.
Pada 6 Mei 2020, Nadiem menggelar rapat internal tertutup dengan pejabat Kemendikbud. Dalam rapat itu, ia disebut menginstruksikan agar spesifikasi pengadaan perangkat TIK diarahkan khusus pada Chromebook. Instruksi tersebut berlanjut hingga 2021, saat Nadiem menandatangani Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang memuat spesifikasi Chrome OS dalam lampirannya.
Menurut penyidik Kejagung, langkah itu dianggap melanggar sejumlah aturan, termasuk Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, serta pedoman LKPP tentang perencanaan pengadaan. Spesifikasi yang “dikunci” untuk produk tertentu menyalahi prinsip transparansi dan persaingan sehat.
Dari hasil penghitungan sementara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat pengadaan Chromebook ini mencapai Rp1,98 triliun. Dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan justru diduga dikorupsi melalui pengadaan perangkat yang dipaksakan.
“Akibat kebijakan penguncian spesifikasi tersebut, negara mengalami kerugian besar. Saat ini nilai pastinya masih difinalisasi,” jelas Dirdik Kejagung, Nurcahyo.
tvOnenews/Rika Pangesti
