Dokter PPDS Undip Dituntut 1,5 Tahun penjara karena Peras Junior Capai Rp 1,9 Miliar

Terdakwa kasus dugaan pemerasan dokter PPDS Undip, Zara Yupita Azra
Sumber :
  • ANTARA/I.C. Senjaya

Semarang, VIVA – Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro Semarang Zara Yupita Azra dituntut hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara atas tindak pemerasan terhadap dokter residen junior di lembaga pendidikan itu.

Mahasiswi Pemasok Anak Korban Cabul AKBP Fajar Dituntut 12 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Efrita pada sidang di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu, menyatakan total nilai pemerasan yang dilakukan terdakwa terhadap residen PPDS Undip angkatan 77 mencapai Rp1,9 miliar.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 368 KUHP ayat 1 tentang kejahatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang," katanya.

Efek Ekonomi Festival Seni Multatuli, Seniman hingga UMKM Kebanjiran Pesanan

Iuran yang dibayar oleh sekitar 11 residen angkatan 77 tersebut, antara lain untuk biaya makan prolong sebesar Rp235 juta, biaya membeli kudapan Rp197 juta, kegiatan pisah sambut Rp91 juta, joki tugas Rp86 juta, hingga kebutuhan pendukung lainnya sebesar Rp46 juta.

Gubernur Respons Video Sekda Bali Marahi ASN karena Bocornya Iuran Donasi untuk Korban Banjir

"Masih terdapat Rp1,2 miliar dari total iuran residen angkatan 77 sebesar Rp1,9 miliar yang belum teridentifikasi," katanya.

Jaksa menyebut sistem pembayaran oleh residen angkatan 77 tersebut tidak hanya dinikmati angkatan tersebut, tetapi seluruh residen PPDS, termasuk senior di semester 8.

Perbuatan terdakwa yang dilakukan pada kurun waktu 2022 hingga 2023 itu dilakukan dengan menggunakan kekerasan dan ancaman yang menimbulkan dampak psikologis, sehingga menciptakan sistem di angkatan 77 yang tidak mempunyai alasan lain selain mematuhinya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menyatakan perbuatan terdakwa dilakukan secara terstruktur dan masif.

"Terdakwa sebagai residen di lingkungan pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya manipulasi kuasa absolut yang lebih dalam di lingkungan pendidikan," katanya.

Selain itu, perbuatan terdakwa juga menimbulkan rasa takut, keterpaksaan, serta tekanan psikologis di lingkungan pendidikan.

Atas tuntutan tersebut, Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang berikutnya. (Ant)

Konsul Jenderal RI di Guangzhou Ben Perkasa Drajat

Kondisi Reni Warga Sukabumi Diduga Jadi Korban Pengantin Pesanan di China

Ibunda Reni, Emalia, bertemu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Bandung, Jumat 19 September untuk mengadukan bahwa anaknya menjadi korban TPPO.

img_title
VIVA.co.id
22 September 2025